Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menggema di sekolah-sekolah Indonesia. Sebuah program yang sejak awal digadang-gadang menjadi solusi untuk meningkatkan gizi anak bangsa tapi kini kembali menjadi buah bibir dan sorotan publik.
Kehadiran MBG awalnya disambut dengan antusias oleh pemerintah yang optimis program ini bisa menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kesehatan anak-anak Indonesia. Namun, perjalanan MBG tidak semulus yang dibayangkan.Â
Di balik semangat besar itu muncul problematika yang cukup serius. Beberapa kasus keracunan makanan di sekolah menjadi catatan kelam yang tak bisa diabaikan begitu saja. Sejak tahap uji coba ada sejumlah sekolah memang melaporkan adanya kendala teknis. Tapi yang paling meresahkan tentu saja kasus keracunan.
Dengan melihat berita yang beredar, terdapat puluhan kasus keracunan MBG di sekolah. Angka ini tentu bukan hal kecil apalagi menyangkut kesehatan dan keselamatan siswa. Hal ini membuat publik bertanya.Â
Apakah program ini sudah benar-benar siap?Â
Ataukah kita sedang memaksakan sesuatu yang masih prematur hanya demi mengejar target politik dan pencitraan?
MBG memang gratis. Namun, "gratis" bukan berarti tanpa biaya. Karena dalam beberapa kasus, murid membayar dengan nyawa yang terancam, kesehatan yang terganggu, bahkan trauma yang bisa terbawa dalam jangka panjang.
Di sinilah letak keprihatinan terbesar. Orangtua berharap anaknya pulang dari sekolah dengan ilmu dan semangat. bukan dengan perut mual atau harus dilarikan ke rumah sakit.
Sebuah program nasional sebesar MBG seharusnya dijalankan dengan penuh kesungguhan. Tidak boleh ada istilah setengah hati, apalagi asal jadi. Karena yang dipertaruhkan adalah nyawa generasi bangsa.
Pemerintah memang mengakui masih ada banyak evaluasi yang harus dilakukan. Namun, publik berhak menuntut transparansi. Evaluasi itu jangan hanya sebatas rapat tertutup dan laporan di atas kertas.
Keterbukaan data, transparansi proses, dan keseriusan tindak lanjut menjadi kunci agar kepercayaan publik bisa kembali terbangun. Tanpa itu semua, MBG hanya akan menjadi program ambisius tapi arahnya bisa menjadi tersesat. Mari kita coba melihat akar masalahnya.Â
Apakah benar semua ini karena sistem distribusi yang belum rapi? Atau ada persoalan lebih fundamental seperti standar gizi, integritas vendor penyedia, dan pengawasan yang lemah?
Jika kita bicara standar gizi maka seharusnya setiap menu yang disajikan sudah melalui kajian ahli gizi dan diuji kelayakannya. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah menerima makanan dengan standar yang diragukan. Tidak sedikit juga laporan tentang makanan yang basi sebelum sempat dibagikan.
Konsep rantai pasok makanan adalah hal mendasar dalam kuliner. Jika hotel bintang lima saja punya SOP ketat. Maka program nasional sekelas MBG tidak boleh longgar dalam pengawasan.
Kita tidak boleh menutup mata bahwa MBG di atas kertas punya tujuan mulia. Namun, niat baik tanpa eksekusi yang matang hanya akan menghasilkan bumerang. Kita tidak butuh program keren di atas kertas. kita butuh program nyata yang dieksekusi secara positif di lapangan.
Sebenarnya, dunia sudah memberikan banyak contoh untuk benar-benar kita pelajari. Di Jepang maupun Tiongkok, program ini dikelola dengan sangat serius. Setiap anak mendapatkan makanan bergizi dengan standar tinggi dan hampir tidak pernah ada kasus keracunan. Indonesia bisa belajar dari sini.
Izinkan untuk kembali mengingatkan bahwa pengawasan tidak bisa hanya dilakukan secara administratif. Perlu inspeksi lapangan secara berkala bahkan secara mendadak agar kualitas benar-benar terjamin.
Peran media penting dalam upaya tindak lanjut kasus-kasus keracunan yang bukanlah sekadar sensasi. Melainkan alarm keras agar pemerintah tidak menutup mata. Dengan publikasi, masyarakat tahu dan pemerintah mau tidak mau harus bertindak.
Tentu saja, kita tidak ingin MBG sekadar menjadi bahan pemberitaan. Harapannya, setiap kritik bisa menjadi bahan koreksi agar kualitas semakin baik. Jika tidak, dikhawatirkan publik lagi-lagi akan kehilangan kepercayaan.
MBG bisa jadi membawa misi tentang masa depan. Anak-anak yang sehat hari ini akan menjadi generasi produktif esok hari. Sebaliknya, jika anak-anak terus-menerus menjadi korban keracunan ulah salah kelola. maka yang lahir adalah generasi sakit-sakitan yang tidak siap hadapi tantangan abad 21 bersaing di era global .
Apakah kita rela hal itu terjadi? Tentu tidak. Maka evaluasi besar-besaran, berkesinambungan dan berkelanjutan adalah keharusan. Artinya bukan sekadar opsi.
Evaluasi ini harus menyentuh semua aspek dari penyedia, distribusi, standar gizi, hingga mekanisme pengawasan. Tidak boleh ada satu pun yang luput.
Dan sekali lagi, yang paling penting evaluasi itu harus transparan. Publik berhak tahu hasilnya bukan hanya janji-janji kosong. Dengan keterbukaan, masyarakat bisa ikut mengawasi. Dengan keterlibatan publik, kualitas program akan lebih terjaga.
Jika semua ini dilakukan, MBG berpotensi menjadi program sepenuh hati yang mengubah wajah pendidikan dan kesehatan anak bangsa. Tapi jika tidak, MBG hanya akan menjadi "permainan" politik yang berakhir dengan kegagalan. Janganlah MBG masuk ke daftar hitam itu.
Kita semua tentu masih optimis. Karena di balik segala polemik masih ada waktu untuk memperbaiki. Masih ada kesempatan untuk membuktikan bahwa program ini benar-benar hadir sepenuh hati, bukan sekadar iseng-iseng berbungkus korupsi.
Kuncinya ada pada keberanian pemerintah untuk membuka diri atas semua kritikan dan masukan serta bergerak cepat melakukan perbaikan.
Kita tidak ingin lagi mendengar ada anak yang harus masuk rumah sakit hanya karena makan dari program yang seharusnya menyehatkan. Kita juga tidak ingin lagi melihat orangtua was-was setiap kali anak mendapat MBG di sekolah.
Program sebesar ini harus memberi rasa aman. Bukan rasa beban atau tekanan perasaan dan pikiran.
Jadikan MBG sebagai simbol kepedulian negara terhadap generasi penerus. Bukan calon program gagal yang menyisakan luka dan trauma.
Ending-nya, jangan sampai sejarah mencatat bahwa niat baik pemerintah justru berbalik menjadi malapetaka bagi rakyatnya sendiri. Biarlah dunia mencatat bahwa Indonesia berhasil melahirkan program makan bergizi gratis yang berkualitas dan bermanfaat jangka panjang.
Anak-anak yang sehat, cerdas, dan bahagia adalah modal terbesar bangsa untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Dan karena itulah alasan mengapa MBG harus benar-benar dipersiapkan dengan sepenuh hati.Â
Demi generasi kini, demi generasi nanti, demi mempersiapkan Indonesia yang lebih baik. Aamiin ya rabbal 'alamiin.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== AKBAR PITOPANG ==
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI