Di sinilah pentingnya komunikasi dua arah serta kolaborasi guru dan orangtua. Guru bisa memberikan laporan perkembangan anak dan (seharusnya) orangtua bisa menindaklanjuti dengan dukungan penuh di rumah.
Membiarkan anak masuk SD tanpa kesiapan yang matang sama halnya melemparkan anak ke medan perang tanpa perlengkapan. Mereka bisa tersesat, terluka, bahkan mundur dari proses belajar.
Beberapa anak memang bisa mengejar ketertinggalan seiring waktu. Tapi ada juga yang terus terbawa ketertinggalan itu hingga jenjang berikutnya Dan hal ini sangat disayangkan.
Untuk guru-guru SD, kesabaran dan kreativitas adalah kunci. Menghadapi siswa yang belum siap butuh pendekatan yang lembut, tidak memaksa, dan penuh empati.
Mengajarkan huruf dan angka mungkin bisa selesai dalam beberapa bulan. Tapi membentuk karakter dan kepercayaan diri anak butuh waktu jauh lebih lama.
Mungkin ini sebabnya banyak guru senior ditunjuk sebagai guru SD Kelas 1. Mereka berada di ujung tombak pendidikan dasar dan menjadi penentu arah belajar anak selama enam tahun ke depan.
Profesi guru SD bukan sekadar mengajar membaca dan berhitung. tetapi juga membentuk pondasi nilai dan semangat belajar yang akan melekat seumur hidup. Maka wajar jika guru merasa kewalahan ketika harus menghadapi anak-anak yang seharusnya sudah punya bekal dasar tapi datang dengan tangan kosong.
Namun dibalik semua tantangan itu tetap ada harapan. Anak-anak adalah pembelajar alami. Dengan bimbingan yang tepat, insya Allah, mereka akan mampu mengejar ketertinggalan dan tumbuh menjadi pribadi yang hebat.Â
Yang terpenting adalah kesadaran bersama bahwa pendidikan bukan dimulai saat anak duduk di bangku SD. Tapi jauh sebelum itu ---dari rumah, dari lingkungan, dan dari pengalaman hidup sehari-hari.
Mari jadikan pendidikan prasekolah sebagai investasi masa depan. Karena ketika anak siap belajar sejak dini, guru lebih mudah mengajar, dan anak bangsa ini lebih mudah melangkah maju. Aamiin..
Semoga ini bermanfaat.