Â
Pernahkah melihat seorang guru naik motor butut yang suaranya lebih kencang daripada klakson truk? Atau mungkin pernah mendengar cerita guru honorer yang gajinya sebenarnya tidak cukup untuk beli beras? Inilah realitas yang sering terjadi di dunia pendidikan kita.
Tapi tunggu dulu. Belum lama ini viral sebuah video yang menyebutkan bahwa guru itu semuanya jahat dan korup. Narasi ini tentu mengejutkan dan mengundang banyak reaksi. Seolah-olah, semua guru di negeri ini adalah para antagonis yang selalu siap menilap uang negara.
Terlepas dari motif si pembuat konten video. Entah kebelet viral, ngebet cuan dari endorsement, atau sekadar iseng-iseng balas dendam. Namun, ada satu hal yang perlu kita bahas.
Apakah ada guru yang terlibat korupsi? Sayangnya, untuk jawabannya, ada.
Beberapa waktu lalu, sempat beredar berita tentang oknum kepala sekolah dan oknum guru yang terlibat dalam penyalahgunaan dana BOS dan PIP. Bukankah ini ironi? Sosok yang seharusnya menjadi teladan justru tersandung kasus korupsi.
Guru selalu identik dengan nilai-nilai luhur. Di kelas, guru mengajarkan kejujuran, integritas, dan tanggung jawab. Namun, masyarakat pun merasa kecewa ketika ada guru yang tergoda melakukan korupsi.
Mengapa ada oknum guru yang tergelincir ke dalam jurang korupsi? Apakah ini murni soal karakter individu atau ada faktor lain yang ikut berperan?
Kalau ditelusuri lebih dalam ada satu faktor yang tak bisa diabaikan, yaitu kesejahteraan. Paradigma "guru tanpa tanda jasa" agaknya sudah bergeser karena tantangan kebutuhan hidup yang harus dicukupi.
Tapi apakah penghasilan guru sudah cukup untuk hidup layak? Faktanya, banyak guru terutama yang berstatus honorer, harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gaji mereka bahkan mungkin kalah dengan tukang parkir.