Dengan menyeimbangkan tanggung jawab tersebut guru yang aktif di media sosial tidak hanya bisa dikenal tetapi juga dihormati, baik oleh sesama pendidik, siswa, maupun followers dari masyarakat luas.
Jangan Sampai Kebablasan
Bila berbicara media sosial tentu "viral" menjadi sesuatu yang banyak diidamkan. Tak terkecuali bagi guru-guru yang kini semakin aktif berbagi konten di berbagai platform digital.Â
Dengan kreativitas yang tepat guru dapat menyampaikan ilmu secara menarik dan menjangkau lebih banyak orang. Namun, dalam upaya mendapatkan bonus viral maka ada satu hal yang tidak boleh diabaikan, ialah moralitas.Â
Karena bagi seorang guru bukan hanya sekadar kreator konten tetapi juga panutan yang harus menjaga etika dan nilai-nilai pendidikan.
Viral memang bisa membawa banyak keuntungan ---dari popularitas hingga potensi cuan penghasilan tambahan. Namun, tidak semua cara untuk menjadi viral itu benar.Â
Ada konten yang mendidik, menginspirasi, dan membawa dampak positif. Akan tetapi ada pula yang hanya mengejar sensasi tanpa mempertimbangkan konsekuensi.Â
Guru yang bijak tentu akan memilih jalur yang tetap menjaga kehormatan profesinya. Jika ingin viral biarlah itu karena prestasi, inovasi metode mengajar, atau pesan edukatif yang bermanfaat. bukan karena kontroversi atau hal yang bisa mencoreng citra seorang pendidik.
Sebagai figur yang digugu dan ditiru maka jelas setiap tindakan guru di media sosial bisa menjadi sorotan. Konten yang tidak sesuai dengan etika profesi dapat menimbulkan dampak yang lebih luas bahkan bisa berakibat pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.Â
Oleh karena itu, sebelum membagikan sesuatu di media sosial maka ada baiknya guru bertanya pada diri sendiri.
Apakah ini akan membawa manfaat atau justru bisa menimbulkan masalah?Â
Sikap kehati-hatian dalam bermedia sosial bukan berarti membatasi kreativitas. Tetapi memastikan bahwa konten yang dibuat tetap memiliki nilai dan tanggung jawab moral.