Menjadi guru di era digital memberikan banyak peluang sekaligus tantangan. Guru muda yang lebih akrab dengan teknologi dan media sosial seringkali memiliki semangat tinggi untuk berkarya dan berbagi konten di dunia digital. Guru tidak hanya mengajar di kelas tetapi juga aktif membuat konten, membangun personal branding, hingga meraih penghasilan tambahan dari platform digital.Â
Namun, dibalik peluang besar ini ada satu hal yang perlu diingat. Jangan sampai kebablasan.Â
Ambisi mendapatkan popularitas di era kebebasan berekspresi tetap harus dibarengi dengan tanggung jawab sebagai seorang pendidik.
Banyak guru muda content creator yang berhasil menggunakan media sosial sebagai sarana berbagi ilmu dengan cara kreatif dan menyenangkan.Â
Namun, ada pula yang terlalu larut dalam tren hingga tanpa sadar melupakan batasan-batasan yang seharusnya dijaga.Â
Misalnya, membuat konten yang kurang pantas bagi seorang guru, terlalu sering mengekspos kehidupan pribadi tanpa filter, atau bahkan tampil dalam konten joget-joget tanpa arah yang jelas.Â
Apa yang dianggap "seru" di dunia maya bisa saja menimbulkan dampak negatif di dunia nyata. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi citra profesi guru secara keseluruhan.
Ternyata menjadi seorang guru bukan hanya tentang mengajar di dalam kelas tetapi juga memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam dunia digital.Â
Apa yang diunggah di media sosial bisa dengan cepat menyebar dan sulit dikatrol. sebelum membuat atau membagikan konten maka guru perlu bertanya pada diri sendiri.
Apakah ini akan membawa manfaat?
Apakah ini tetap menjaga martabat sebagai seorang pendidik?Â
Jangan sampai keinginan untuk sekedar iseng berbagi konten malah viral justru membuat nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi menjadi luntur.
Oleh karena itu, jadilah guru kreator konten yang tetap kreatif tanpa kehilangan arah. Manfaatkan media sosial sebagai sarana untuk memberikan inspirasi dan bukan sekadar mencari sensasi.Â