Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mau Dibawa ke Mana Nasib (RUU) Perlindungan PRT?

6 Februari 2023   10:51 Diperbarui: 7 Februari 2023   18:01 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa PRT tuntut pemerintah dan DPR mengesahkan RUU PRT, diberikan jaminan perlindungan, upah layak, dan kesejahteraan. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerja rumah tangga (PRT) terkadang secara fakta memang sungguh jauh dari kata sejahtera.

Bilamana masa tunggu pengesahan RUU PPRT ini sudah memakan waktu yang sangat lama yakni 19 tahun, maka itu artinya nasib PRT memang sengaja dibuat terkatung-katung.

Kejelasan nasib PRT bukanlah sebuah prioritas padahal anggaran (uang rakyat) sudah banyak habis digelontorkan hanya untuk proses studi banding, masa uji coba dan sebagainya, namun tetap saja Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) masih menunggu waktu yang tidak tentu kapan akan ketok palu.

Kenapa sih harus tarik ulur kayak gini terus? Apakah memang tidak ada kasih sayang untuk "profesi" seorang PRT?

Para PRT juga manusia, bahkan didominasi oleh kaum perempuan yang tangguh yakni seorang ibu. Dalam hal ini, cobalah untuk sedikit mempertimbang sisi "kemanusiaan" yang ada pada diri kita semuanya.

Sebagai upaya menyadarkan kita betapa kita semua harus memperlakukan para PRT secara humanis, marilah kita perhatikan beberapa alasan logis berikut ini.

Bila aku dan keluargaku menjadi PRT ...

Berikut ini adalah hal-hal yang kerap dialami oleh PRT sehingga menjadikan pekerjaan ini sebagai sebuah profesi yang terkadang di luar nalar.

Beban kerja PRT yang berat

Menjadi seorang PRT tidaklah segampang yang dibayangkan oleh orang-orang di luar sana.

Bahwa pekerjaan seorang PRT akan berhadapan dengan beban kerja yang berat. Memilih menjadi seorang PRT maka ia pasti sudah siap menjalankan beban kerja yang seberat apapun itu.

Mengurus pekerjaan rumah tangga itu bukan gampang. Kalau gampang, ya mana mungkin orang-orang masih membutuhkan keberadaan PRT.

Bagi yang sudah berkeluarga pasti sadar betapa beratnya pekerjaan mengurus rumah tangga dengan segala tetek-bengeknya.

Pekerjaan PRT bagaikan sebuah pepatah, "sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit". ini bukan bukit lagi, tapi gunung. Bayangkan betapa banyaknya cucian dan setrikaan yang harus diselesaikan yang sudah menggunung berhari-hari lamanya.

PRT dituntut multitasking

Hal yang mungkin tidak disadari oleh banyak orang adalah dalam menyelesaikan banyak pekerjaan maka seorang PRT harus mampu dengan multitasking.

Ada banyak jenis pekerjaan yang sebisa mungkin harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan atau berdekatan. Padahal menjadi multitasking itu tidak baik. karena sebenarnya istilah multitasking ini harus ditiadakan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi otak menurun saat seseorang melakukan dua atau tiga sekaligus. Untuk dapat bekerja secara normal, ada beberapa bagian otak yang saling terhubung, khususnya pada bagian yang melibatkan fokus.

Pada saat melakukan multitasking, sebenarnya fokus otak melemah dan kecepatan berkurang. Jika dilakukan terlalu sering, maka hal itu tidak baik untuk otak karena ada bagian otak yang harus menanggung akibatnya.

Sementara itu, orang yang sangat sering melakukan multitasking dalam keseharian condong mudah lupa. Alasannya yakni berpindah dari satu hal ke hal lain secara bersamaan membuat otak tidak menyimpan informasi secara utuh dalam waktu yang cukup.

Makanya, secara teori seseorang PRT yang aktif melakukan multitasking memiliki kelemahan dalam hal memecahkan masalah dan memilah informasi yang diterima. Itulah sebabnya mengapa PRT sering kali tidak fokus ketika disapa.

PRT wajib serba bisa

Sebenarnya banyak jenis pekerjaan yang tidak terlalu mampu dikuasai oleh seorang PRT. dalam artian bahwa pekerjaan tersebut berada di luar "main job" pekerja rumah tangga yang semestinya.

Kemungkinan karena majikan yang banyak maunya. request kepada PRT untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terlalu familiar untuk dapat diselesaikan oleh PRT.

Akan tetapi, banyak majikan tidak memperdulikan hal itu. karena bagi mereka hanyalah tuntutan PRT yang harus serba bisa padahal PRT bukan "superman".

Harus selalu ada ketika PRT dibutuhkan

Selain itu, PRT juga dianggap sebagai "malaikat" yang harus mampu berpindah tempat dalam waktu sekejap ketika ada panggilan atau ketika ia dibutuhkan.

Majikan banyak yang tidak peduli apakah PRT sedang menyelesaikan daftar/ list pekerjaan, yang terpenting adalah pada saat dipanggil, maka saat itu pula PRT harus dapat hadir sesegera mungkin.

PRT dituntut untuk perfectionist

Hampir semua majikan mungkin mengharapkan PRT nya mampu menjadi seorang yang perfect. Biasanya PRT selalu diwanti-wanti agar jangan ada satu kesalahan pun yang diperbuat. Padahal PRT adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekeliruan atau khilaf. 

Tak sedikit pula majikan yang tidak bersedia mentolerir kesalahan yang diperbuat PRT. Sekecil apapun kesalahan itu maka PRT dituntut untuk ganti rugi misalkan dengan cara gaji yang dipotong. sungguh malang sekali.

Bagaikan pekerja robot

Tidak sedikit pula orang menganggap bahwa menjadi PRT tidak perlu memiliki perasaan alias cukup jadi robot saja.

Bukan perintah, perintah dan perintah saja yang diharapkan oleh PRT. Walaupun mereka memiliki "setting" untuk bekerja, tapi sebenarnya PRT juga membutuhkan apersepsi dan apresiasi sebagai "recharge" semangat atas kerja keras mengurusi rumah tangga majikan.

Akan sampai kapan nasib PRT termarjinalkan?

Yang namanya pekerja, nasibnya memang selalu nestapa, apalagi nasib seorang PRT yang senantiasa tak dihiraukan.

Hal itu terjadi karena masih adanya perasaan "superior" dan menganggap bahwa PRT adalah orang yang sangat membutuhkan pekerjaan. 

Mungkin, menjadi PRT adalah pilihan pekerjaan nomor terakhir yang harus dipilih lantaran tak ada lagi pekerjaan yang bisa diambil. Mana ada orang yang rela membereskan "kotoran" dan sampah yang kita hasilkan selain PRT.

Walaupun begitu luar biasanya perjuangan dan pengorbanan seorang PRT demi pundi-pundi rupiah dan belas kasih, tapi untuk memperolehnya tidaklah mudah samak sekali.

Mari kita cermati bagaimana nasib yang dialami PRT selama ini.

PRT rawan disepelekan bahkan dilecehkan

Tak sedikit yang menganggap bahwa menjadi pekerja rumah tangga (PRT) merupakan pekerjaan yang hanya diperuntukkan bagi kalangan kelas bawah. Tak sedikit pula yang melabeli stigma negatif dengan "babu" atau "kacung".

Begitulah nasib PRT yang sering disepelekan. Banyak sekali yang memandangnya hanya dengan sebelah mata. atau bahkan tak dilirik sama sekali.

Sementara itu, kita telah sama-sama mengetahui banyak kasus pelecehan atau tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan atau oleh anak majikan terhadap PRT.

Maka dengan disahkannya RUU PPRT ini akan ada payung hukum untuk perlindungan dan pemberian rasa aman bagi PRT dalam bekerja.

PRT gampang jadi tempat pelampiasan emosi

Kekerasan verbal merupakan sebuah jenis kekerasan yang seringkali diterima oleh para PRT dari majikannya. Salah sedikit langsung kena "semprot" dengan caci maki, sumpah serapah, umpatan, dan berbagai ungkapan kalimat negatif.

Mungkin perlakuan seperti itu menjadi sebuah budaya yang senantiasa dikenalkan melalui media seperti sinetron yang sangat ramai pemirsanya di seluruh pelosok negeri ini.

Sehingga PRT dicap menjadi seorang pesuruh yang layak menerima segala bentuk pelampiasan emosi majikan terutama melalui lisan ini.

Di samping itu, banyak pula terjadi pelanggaran hak-hak dasar yang diabaikan. seperti misalnya ketika diomelin, PRT tak memperoleh kesempatan untuk berargumen atau membela diri dari tuduhan-tuduhan sepihak tersebut.

Penuh tekanan dan aturan untuk PRT

Lalu, dalam melakoni pekerjaan sebagai seorang PRT ini juga akan diliputi oleh perlakuan penuh tekanan dan kekangan, terlalu banyak aturan atau tata tertib yang harus dipatuhi.

Seakan-akan PRT dianggap bukanlah orang yang familiar dengan sebuah aturan sehingga perlu sangat ditekankan agar tidak melakukan pelanggaran atau kecerobohan sekecil apapun itu. Padahal kebanyakan PRT sudah dewasa sehingga pasti tahu aturan dan tidak akan berbuat semaunya saja.

Semua PRT sejatinya selalu sadar diri siapa mereka maka hal itu membuatnya menjadi lebih taat aturan dan mengerti segala konsekuensi yang akan ditanggung.

Jadi, tanpa setiap saat ditekankan mengenai aturan, PRT pasti sudah paham dan selalu mengamalkan demi keberlangsungannya.

Yang sebenarnya PRT harapkan ...

Simbiosis mutualisme antara pemberi kerja dan PRT

Sejatinya, bila kita telaah dan kaji lebih dalam sebenarnya antara PRT dan majikan memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Pada prinsipnya antara kedua belah pihak memberikan kebermanfaatan satu sama lain.

Saya heran mengapa ada orang yang menyepelekan PRT-nya padahal dengan adanya PRT maka pekerjaan rumah tangga yang tak ter-handle menjadi terselesaikan dengan baik. 

Banyak tugas utama yang mungkin seharusnya dikerjakan oleh majikan tapi PRT lah yang harus mengambil alih.

PRT ada karena memang sangat dibutuhkan

Terutama bagi pasangan suami-istri yang sama-sama bekerja dan sedang memiliki anak yang membutuhkan pelayanan dan perlakuan ekstra.

Tentu saja keberadaan PRT akan sangat membantu untuk menyelesaikan segala urusan dan rutinitas yang tak akan ada kata akhir alias tak berkesudahan.

PRT ingin "dimanusiakan"

Keinginan para PRT pasti tidak akan terlalu muluk-muluk. Bila hak-hak mendasar seperti perlindungan dan aspek yang menopang kesejahteraan bisa diberikan dengan tunai maka hal itu sudah cukup bagi para PRT.

Karena banyaknya beban kerja dan jenis pekerjaan yang harus diselesaikan maka seharusnya gaji yang diperoleh PRT harus sesuai dan masuk akal, misalnya hal sederhana seperti itu pasti diinginkan oleh seluruh pekerja dari semua jenis profesi dan latar belakang pekerjaan.

PRT juga manusia, yang sama-sama punya hati dan perasaan. Kadang PRT telah menanggung rasa lelah yang teramat sangat, namun tetap harus tampil sempurna di hadapan para majikannya.

Belasan PRT di Semarang mendatangi anggota DPRD Jateng untuk mendesak pengesahan RUU PPRT, Rabu (21/12/2022).(Kompas.com/Titis Anis Fauziyah) 
Belasan PRT di Semarang mendatangi anggota DPRD Jateng untuk mendesak pengesahan RUU PPRT, Rabu (21/12/2022).(Kompas.com/Titis Anis Fauziyah) 

Bila membayangkan PRT memperoleh perlindungan dan segala aspek kesejahteraan secara memadai maka itu bukanlah suatu hal yang mustahil dan tetap bisa masuk akal.

Coba kita perhatikan apa yang dialami oleh para PRT yang memiliki majikan dengan karakter low profile. Sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasarnya dengan penuh tanggung jawab dan kebijaksanaan.

Bila hak dasar telah diperoleh PRT tentu kinerjanya akan semakin meningkat dan bukan tak mungkin bila terwujudnya PRT yang "sempurna" sebagaimana yang diharapkan.

Urgensi pengesahan RUU PPRT di Indonesia

Melansir Kompas.com, dari penyampaian argumen oleh Staf Kepresiden yang mengatakan bahwa urgensi pengesahan RUU PPRT sesuai dengan salah satu agenda prioritas Presiden di tahun 2023, yaitu penguatan perlindungan hukum, sosial, politik dan ekonomi untuk rakyat. maka seharusnya upaya tersebut semestinya sudah waktunya untuk dapat direalisasikan.

Pengesahan RUU PPRT bukan hanya untuk melindungi PRT, namun juga akan memberikan kerangka regulasi mengenai hak dan kewajiban bagi pekerja, pemberi kerja, serta penyalur PRT. 

Dengan cara ini maka akan adanya suatu pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, dan yang terpenting adalah perlindungan terhadap PRT itu sendiri.

Akan ada timbal balik yang diperoleh oleh PRT maupun para pemberi kerja dalam mendapatkan hak masing-masing ketika kewajiban diantara mereka telah dipenuhi. 

Hal ini juga menjadi upaya dalam memulihkan aspek perlindungan PRT karena selama ini Indonesia selalu mendesak agar tenaga kerja domestik yang dikirim ke luar negeri agar dipenuhi hak-haknya. 

Sedangkan betapa mirisnya ketika di dalam negeri sendiri malah belum ada undang-undang yang memberikan perlindungan, yang jelas terhadap PRT. 

Semoga dengan ini akan semakin jelas dan timbul titik terang dalam penuntasan RUU PPRT ini agar dapat segera disahkan. Bahwa benang merahnya sudah jelas hanya ada dua hal yang diharapkan dengan adanya pengesahan, yakni terpenuhinya hak-hak dasar, disertai kewajiban yang harus ditunaikan ketika hak dasar sudah diberikan.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun