Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

5 Kesalahan Fatal yang Ditemukan saat Penerapan Implementasi Kurikulum Merdeka

29 September 2022   15:09 Diperbarui: 2 Oktober 2022   12:24 2024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada beberapa hal penting yang harus dipahami ketika menerapkan implementasi kurikulum merdeka (ilustrasi via kompas.id)

Tak terasa sudah dua bulan lebih satuan pendidikan Indonesia mulai mengimplementasikan Kurikulum Merdeka sesuai jenjangnya terhitung sejak awal tahun pelajaran baru 2022/2022 yang dimulai sejak 11 Juli yang lalu.

Walaupun kami memandang kehadiran Kurikulum Merdeka ini di sekolah secara positif dengan sifat keterbukaan terhadap perubahan.

Namun, di sebagian besar guru lainnya di lintas satuan pendidikan yang kami jumpai ternyata masih banyak yang belum memahami kurikulum yang baru ini dengan baik.

Terlebih guru-guru bisa dibilang hanya dibekali dengan Platform Merdeka Mengajar yang dipelajari secara daring lewat handphone masing-masing.

Sesekali guru-guru menyempatkan mengikuti webinar seputar Implementasi Kurikulum Merdeka yang ditaja oleh Kemendikbud.

Disamping itu, ketika memungkinkan maka sesama guru saling bertukar pemahaman tentang kurikulum Merdeka.

Pelatihan secara offline atau tatap muka on the spot untuk Kurikulum Merdeka ini kami rasa tidak terlalu sering dilakukan. 

Sejauh ini untuk kami sendiri baru sekali mengikuti pelatihan secara offline atau luring. Sebelumnya kami sempat menghadiri sosialisasi kurikulum merdeka pada Juni yang lalu.

Pelatihan secara luring sejatinya sangat diperlukan guru untuk menunjang pemahaman tentang bagaimana seharusnya yang dilakukan guna implementasi kurikulum merdeka ini di sekolah atau di setiap satuan pendidikan.

Karena untuk bisa mengimplementasikan kurikulum merdeka ini tidak cukup hanya sebatas mampu memahami, namun pengetahuan secara mendalam sangat dibutuhkan sekali demi kesuksesan penerapannya di satuan pendidikan.

Pertemuan guru menyinggung penerapan Implementasi Kurikulum Merdeka (Foto: Akbar Pitopang)
Pertemuan guru menyinggung penerapan Implementasi Kurikulum Merdeka (Foto: Akbar Pitopang)
Pada sebuah kesempatan di saat mengikuti pelatihan implementasi kurikulum merdeka, dalam sesi presentasi materi pelatihan oleh pemateri sambil tanya jawab dengan para peserta ditemukan fakta bahwa masih ditemukan beberapa kekeliruan seputar pemahaman guru tentang bagaimana mengimplementasikan kurikulum merdeka ini di sekolahnya masing-masing.

Akibat masih belum sempurnanya pemahaman sebagian guru tentang bagaimana menerapkan kurikulum merdeka ini maka dapat disimpulkan bahwa kemungkinan penerapan kurikulum yang dimaksud belum sesuai dengan yang semestinya alias masih out of the track.

Beberapa hal penting dibawah ini perlu lebih dicermati kembali oleh para guru, yang mana menjadi ciri dari kurikulum merdeka.

1. Tidak Dilakukannya Penilaian atau Asesmen Diagnostik

Asesmen diagnostik merupakan langkah awal dalam menerapkan kurikulum merdeka yang wajib dilakukan oleh guru di masa awal pembelajaran.

Asesmen diagnostik adalah serangkaian proses yang digunakan untuk mendiagnosis kemampuan siswa dan dapat dilakukan secara rutin. Ketika seorang guru memperkenalkan topik pembelajaran baru, ada baiknya dari awal. Kemudian di akhir kelas, guru selesai menjelaskan dan mendiskusikan suatu topik sampai pada waktu yang ditentukan di semester berjalan.

Penilaian atau asesmen diagnostik ini merupakan asesmen yang bertujuan untuk mengetahui seperti apa tingkat pemahaman masing-masing siswa terhadap cakupan materi pelajaran yang hendak diajarkan pada semester tersebut.

Siswa dinilai untuk memberikan gambaran yang meliputi aspek kognitif dan non-kognitif yang perlu dinilai agar pembelajaran yang dilakukan disesuaikan dengan situasi siswa.

Hasil penilaian memberikan dasar bagi guru untuk mendiagnosis kondisi siswa guna menentukan penanganan atau strategi yang tepat bagi setiap siswa.

Asesmen diagnostik mampu memetakan kemampuan semua siswa di kelas secara cepat dan lebih efektif, untuk mengetahui siswa mana saja yang sudah paham, siapa saja yang sudah agak paham, dan yang paling penting terhadap siswa yang belum paham.

Asesmen terdiri dari 10 soal sederhana yang terdiri dari delapan soal yang merupakan dasar hasil identifikasi pada langkah sebelumnya beserta dua soal terkait pengajaran baru.

Untuk model kurikulum sesuai pilihan Mandiri Berubah, pertanyaan nomor 1-2: dua pertanyaan dari kemampuan dasar di dua kelas di bawah pada semester 2. Lalu, pertanyaan nomor 3-8: enam soal dari Kemampuan Dasar pada satu kelas di bawah pada semester 1 dan 2. Selanjutnya, pertanyaan nomor 9-10; dua soal dari KD pada semester 1 kelas yang baru akan dimulai. 

Selain itu, pada asesmen diagnostik guru perlu mendiagnosa kondisi emosional siswa karena mengetahui kondisi mental siswa juga sangat diperlukan agar pembelajaran berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh siswa, tidak hanya sesuai dengan yang dirancang dan dipersiapkan oleh guru.

Ternyata dari hasil sesi diskusi yang dilakukan oleh pemateri kepada para guru atau peserta pada pelatihan kala itu diketahui bahwa hampir keseluruhan guru diketahui tidak sempat atau belum pernah melakukan asesmen diagnostik semenjak diterapkannya Kurikulum Merdeka pada Tahun Pelajaran yang kini sedang berjalan.

Karena itu, guru perlu dibantu untuk meluruskan beberapa kekeliruan ketika berupaya menerapkan Kurikulum Merdeka (ilustrasi via kompas.id)
Karena itu, guru perlu dibantu untuk meluruskan beberapa kekeliruan ketika berupaya menerapkan Kurikulum Merdeka (ilustrasi via kompas.id)

2. Model Pembelajaran yang Tak Terdiferensiasi

Hasil akhir dari penilaian diagnostik ini akan memberikan panduan kepada guru tentang bagaimana memberikan pembelajaran yang berbeda atau yang dikenal dengan istilah pembelajaran berdiferensiasi. 

Penilaian diagnostik dan pembelajaran berdiferensiasi adalah dua hal yang menjadi jiwa dari Kurikulum merdeka yang harus dilakukan oleh setiap guru.

Model pembelajaran dan pengayaan yang diterapkan sebagai tindak lanjut diagnosis dirancang agar tidak ada siswa yang ketinggalan materi atau pelajaran karena perbedaan kemampuan siswa.

Guru mengajar secara berkelompok sesuai dengan tingkat belajar siswa. Guru menyesuaikan kegiatan kelas dan materi pembelajaran untuk mengakomodasi rata-rata pertumbuhan penguasaan seluruh siswa di kelas.

Dalam proses pembelajaran berdiferensiasi, diharapkan guru mampu mengelola kelas dengan baik dan terukur sebagai langkah penting mencapai tujuan pembelajaran yang dirancang serta sebagai langkah penting menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisien. 

Model pembelajaran berdiferensiasi maksudnya adalah guru mengelola pembelajaran dengan berbagai strategi dan gaya belajar sehingga semua siswa dapat menguasai materi pelajaran yang diajarkan.

Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti guru harus membedakan cara mengajar untuk masing-masing siswa. 

Misalkan di kelas ada 28 siswa yang kesemuanya memiliki kemampuan yang berbeda, maka guru bukan berarti harus mengadakan 28 model pembelajaran yang berbeda pula.

Jelas bukan seperti itu. Melainkan guru merancang strategi pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan sesuai profil belajar siswa.

Misalkan dengan mengadakan kegiatan diskusi, problem based learning, dan sebagainya yang dapat merangsang minat dan motivasi seluruh siswa untuk belajar sehingga seluruh siswa dapat mencapai indikator tujuan pembelajaran yang telah dirancang.

Sejurus dengan pertanyaan pemateri kepada para guru peserta pelatihan yang hadir di ruangan itu bahwa tentu pembelajaran berdiferensiasi belum atau bahkan tidak dilaksanakan lantaran asesmen diagnostik saja belum sempat dilakukan.

3. Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tanpa Kolaborasi 

Dalam upaya implementasi Kurikulum Merdeka, program sekolah dalam wujud Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila memegang peranan yang sangat penting. Kapasitas jam pelajaran (JP) yang dicurahkan untuk kegiatan projek ini adalah 20-30% dari seluruh jam pelajaran. 

Projek dirancang oleh sekolah bertujuan untuk membentuk karakter pelajar Pancasila yang meliputi 7 dimensi: beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, kreatif, dan bernalar kritis.

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila akan melibatkan seluruh untuk bisa bekerjasama secara kolaboratif. Kolaborasi lintas ilmu diantara semua guru yang terlibat akan menjadi kunci sukses keberhasilan pelaksanaan sebuah projek. 

Jadi, yang terlibat dalam pelaksanaan projek ini tidak hanya guru kelas namun juga guru bidang studi.

Misalkan di sekolah dilaksanakan projek berupa pengelolaan bank sampah, maka guru bidang studi agama bisa memberikan dalil ayat atau hadist yang memerintahkan umat agar menjaga kesucian diri dan tempat.

Sehingga terlihat jelas bahwa projek ini tidak dilakukan oleh seluruh guru secara pribadi atau mandiri, melainkan dengan kolaborasi.

Di banyak sekolah, ternyata masih ada yang belum membicarakan apa saja projek yang akan dilaksanakan bersama.

Beberapa rekan kami di sekolah lain malah ada yang memilih melakukan kegiatan projek untuk siswanya secara mandiri saja.

Maka, pemahaman tersebut harus segera diluruskan bahwa dalam pelaksanaan projek harus melibatkan seluruh warga sekolah. Bila 1 guru, 1 projek? Itu adalah sebuah kekeliruan.

Beberapa pandangan visioner harus dilakukan guru untuk menjelma menjadi lebih baik dalam pembelajaran (ilustrasi via kompas.id)
Beberapa pandangan visioner harus dilakukan guru untuk menjelma menjadi lebih baik dalam pembelajaran (ilustrasi via kompas.id)

4. Tidak Menyusun Modul Ajar atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 

Salah satu kewajiban guru pada Kurikulum 2013 adalah merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk tiap kali pertemuan di kelas untuk proses pembelajaran yang akan dilakukan.

Wujud RPP dalam Kurikulum Merdeka tetap masih ada namun berganti kulit menjadi Modul Ajar.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau modul ajar harus dirancang dengan baik untuk menciptakan pembelajaran dan membuatnya lebih menarik. Dalam semangat belajar pada Kurikulum Merdeka, sebenarnya tidak ada yang baku dalam format RPP karena semuanya dapat diserahkan kepada sekolah. Dalam modul ajar perlu mencantumkan profil siswa.

Sedangkan 1 modul ajar dapat digunakan untuk beberapa kali pertemuan.

Berbeda dengan RPP pada Kurikulum 2013 yang mana RPP harus ada untuk satu kali pertemuan. JIka dalam satu tahun pelajaran ada 100 kali pertemuan misalnya, maka guru juga harus ada 100 RPP.

Maka tak jarang kebanyakan guru ketika masih menerapkan Kurikulum Merdeka yang malas membuat RPP, atau RPP nya asal jadi saja.

Karena di Kurikulum Merdeka ini modul ajar bisa digunakan untuk beberapa kali pertemuan karena Tujuan Pembelajaran yang masih sama, maka hendaklah kedepannya guru dapat merancang RPP yang futuristik sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Kurikulum Merdeka.

5. KKTP, Penilaian dan Intervensi Pelaporan Hasil Capaian Pembelajaran

KKTP adalah Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran, yang merupakan istilah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) jika dalam Kurikulum Merdeka.

Pada kurikulum yang lama, KKM ditentukan oleh sekolah dan seakan-akan menjadi target nilai yang harus dicapai oleh siswa walau seperti apapun kondisi, kemampuan, atau profil siswa.

Maka tak heran jika banyak siswa yang digenjot nilainya agar bisa naik kelas pada Kurikulum 2013.

Sedangkan pada Kurikulum Merdeka, KKTP ini benar-benar ditentukan berdasarkan profil siswa dimana salah satu cara menyusunnya berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang tadi dilakukan.

Dari sana ada gambaran tentang sejauh mana kemampuan seluruh siswa. KKTP ini tidak menjadi standar minimum yang harus dicapai setiap siswa. Karena setiap siswa mungkin berada pada kriteria pencapaian yang berbeda. Sebaliknya, KKTP menjadi sumber informasi atau data bagi guru untuk menentukan tindak lanjut penyesuaian pembelajaran sesuai kondisi siswanya.

Penilaian formatif dilaksanakan bersamaan dalam proses pembelajaran, kemudian ditindaklanjuti untuk memberi perlakuan berdasarkan kebutuhan siswa serta untuk perbaikan proses pembelajaran.

Untuk penilaian formatif ini guru dapat menggunakan berbagai teknik seperti observasi, performa kinerja, produk dan atau proyek, portofolio, maupun dalambentuk tes.

Sedangkan untuk penilaian sumatif (Ulangan Harian pada Kurikulum 2013) dilakukan pada akhir lingkup materi untuk mengukur kompetensi yang dikehendaki dalam Tujuan Pembelajaran pada semester berjalan.

Nilai sebagai bukti hasil belajar siswa pada Kurikulum Merdeka adalah nilai yang padu. Artinya, guru bebas menilai dengan cara seperti apapun --- namun terukur sesuai Tujuan Pembelajaran --- yang telah diolah berdasarkan nilai yang sesungguhnya.

Jika memang nilai akhir yang dipeoleh siswa tidak mencapai KKTP, itu tidak menajdi sebuah masalah karena akan dijadikan tindak lanjut untuk langkah intervensi perbaikan.

Maka agar siswa dapat mencapai KKTP, hendaklah guru selalu melakukan evaluasi strategi pembelajaran agar siswa seluruhnya dapat menguasai materi yang disampaikan sesuai Tujuan Pembelajaran.

 

***

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun