“Dari pengalaman itu, aku belajar bahwa pelajaran tidak selalu harus ada di dalam buku. Melalui P5, aku menyadari pentingnya kerja tim, manajemen waktu, dan bagaimana menghadapi tantangan nyata”
TAHUN ajaran baru dimulai dengan suasana yang hampir sama seperti sebelumnya. Siswa-siswi mulai memasuki sekolah setelah libur panjang. Sebagian masih terlihat bermalas-malasan. Sebagian lainnya tampak antusias bertemu kembali dengan teman-temannya.
Di Tengah-tengah kegiatan belajar mengajar yang terasa biasa, sebuah hal baru muncul di jadwal Pelajaran SMKN 2 Pandeglang yaitu P5. Saat itu aku masih kelas X. Baru saja memasuki bangku sekolah menengah kejuruan di tahun ajaran 2022/2023.
Nama itu cukup asing bagiku. Tidak pernah sebelumnya aku mendengar ada pelajaran dengan singkatan seperti itu. Rasa penasaran pun muncul, bercampur dengan kebingungan. Setelah mencari tahu, barulah aku mengerti bahwa P5 merupakan singkatan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. P5 mata pelajaran olehku disebut unik, lantaran hanya mata pelajaran tambahan – sisipan - yang diajarkan secara kontinyu di setiap semester. Namun P5 diajarkan hanya sepekan saja dalam setiap semester.
Uniknya lagi, pelajaran ini bukan sekadar teori seperti mata pelajaran lainnya, melainkan berbentuk proyek nyata yang harus dikerjakan secara berkelompok.
Namun, meskipun aku sudah mengetahui apa itu P5, rasa malas berinteraksi masih menyelimuti pikiranku. Aku merasa pelajaran ini tidak begitu penting, apalagi ketika tahu bahwa bentuknya adalah kerjasama tim dan kegiatan lapangan.
Sebagai siswa pendiam, aku lebih terbiasa mengerjakan tugas secara individu. Konsep proyek kelompok yang mengharuskan kerja sama dan presentasi tidak begitu menarik bagiku.
Pandangan tersebut mulai berubah ketika aku mengetahui bahwa P5 memiliki nilai tersendiri dalam rapor. Dan lebih dari itu, pelajaran ini menjadi salah satu syarat kelulusan.
Hal itu membuatku harus terpaksa bahwa aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Meskipun awalnya aku mengikuti dengan setengah hati, perlahan aku mulai mencoba untuk ikut dipelajaran itu.
P5 di sekolahku kala itu dikemas dalam bentuk proyek kompetisi antar kelas. Setiap kelas diwajibkan memilih satu jenis proyek atau penampilan untuk ditampilkan dan dinilai oleh guru dan pembimbing.
Bentuk kegiatannya sangat beragam. Ada kelas yang menampilkan tarian daerah. Ada yang membuat pertunjukan pencak silat, menyanyi, hingga membuat pameran hasil produk kerajinan tangan.
Setiap kelas bebas memilih sesuai kemampuan dan kekompakan masing-masing. Semua itu diberi peringkat untuk yang menampilkan hasilnya yang paling bagus dan kompak.
Kelas kami memutuskan untuk menampilkan pertunjukan tarian tradisional yang dibawakan oleh beberapa siswi dikelasku. Selain itu sisanya, kami juga memilih untuk membuat proyek usaha menengah kecil dan mikro (UMKM), yaitu menjual es kopi Cappuccino buatan sendiri.
Kelas kami mendapat peringkat keempat dari semua kelas yang ikut serta. Bukan posisi tertinggi, tapi kami bangga karena telah berusaha maksimal. Es kopi cappuccino yang kami jual tidak semunya terjual. Meskipun begitu sisanya kami nikmati bersama-sama setelah acaranya selesai.
Dari pengalaman itu, aku belajar bahwa pelajaran tidak selalu harus ada di dalam buku. Melalui P5, aku menyadari pentingnya kerja tim, manajemen waktu, dan bagaimana menghadapi tantangan nyata.
Berikut adalah salah satu video mata pelajaran P5 yang aku posting di Akun Youtube pribadi saat semester 3 atau kelas 2 SMK:
Kesimpulannya, Mata pelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bukan sekadar produk atau lomba, tapi tentang pembentukan karakter, keberanian mencoba, dan belajar berproses. (Akbar)*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI