Mohon tunggu...
Akang Rahmat Wae
Akang Rahmat Wae Mohon Tunggu... lainnya -

Mari sebarkan cinta, berusaha hilangkan benci hidup ini sangat singkat sayang kalau hanya dipenuhi dengan benci dan benci saja, hidup ini akan indah dengan cinta "LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampai mana Puasaku?

23 Juli 2013   01:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:11 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan mengucapkan basmallah saya mulai tulisan ini, saat ini kaum muslimin di seluruh dunia pastinya sedang khusyu menjalankan salah satu kewajiban sebagai seorang muslim yaitu ibadah puasa ramadhan. Yah ramadhan memiliki makna yang sangat penting bagi kaum muslimin, selain di bulan ini Allah Taala mewajibkan puasa sebulan penuh kepada kaum muslimin, juga Allah Taala menurunkan Alquran. Kedudukan puasa sangat khas di sisi Allah Taala, sehingga Allah Taala mengikrarkan bahwa ibadah puasa ini hanyalah untuk Aku dan Aku sendiri yang akan menjadi pahalanya. Tentu saja maksudnya bukan Allah Taala membutuhkan puasa hamba-Nya, tetapi maksudnya bahwa puasa ini ibadah yang spesial di sisi Allah Taala. Karena di antara sekian banyaknya ibadah di dalam Islam, puasalah satu-satunya ibadah yang tidak bisa dirasuki oleh penyakit-penyakit hati semacam riya/pamer atau sum’ah/publikasi. Orang bisa saja ngaku-ngaku bahwa dia lagi puasa, padahal sebenarnya tidak. Karena hanya dialah dan Allah Taala saja yang tahu sebenarnya dia puasa atau tidak. Meski demikian bukan berarti puasa itu tidak bisa rusak, karena Yang Mulia RasululLah saw pun memberikan instruksi untuk puasa ini dengan dua hal, pertama iimaanan kedua ihtisabaan. Yaitu pertama harus atas dasar keimanan, iman itu pekerjaan hati yang ditandai dengan adanya pengakuan dan perwujudan melalui lahir kita. Jadi ibadah puasa itu tidak bisa dipaksa-paksa karena dia ibadah yang didasari oleh kesadaran sepenuhnya dari hati. Apalagi sampai disweeping puasa atau tidak hehe. Kedua ihtisaban, sambil menghisab diri senantiasa introspeksi, memeriksa diri. Puasa itu artinya secara sederhana adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa atau mengurangi pahala puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sehingga lahirlah ihtisaban itu, sederet rambu-rambu pun disampaikan oleh YM RasuluLlah saw supaya para shoimin itu berhati-hati di dalam puasanya. YM RasuluLlah saw pun mengingatkan kita bahwa Allah Taala tidak butuh dari puasa kita itu lapar dan hausnya, atau di tempat lain bersabda bahwa banyak orang yang berpuasa tapi tidak sadar bahwa puasanya itu hanyalah dapat lapar dan haus doang. Inilah yang harus mendapat perhatian lebih dari para shoimin, jangan sampai kita sudah capai-capai puasa, menderita lapar dan haus sebulan penuh eh giliran terima gaji pahala nol besar dikarenakan kelalaian kita sendiri yang berpuasa tidak mengindahkan instruksi dari YM RasululLah saw. ada peribahasa kamboja (kampung bojong nangka) “cape gawe teu kapake” artinya sudah capek-capek kerja ga kepake. Kalau begitu harus bagaimana puasa itu? tadi sudah disampaikan puasa itu menahan diri, bukan saja dari hal-hal yang bersifat lahir seperti makan, minum dan “bertarung dengan istri” saja, tetapi juga harus menahan diri dari berkata lacur, caci maki, fitnah, tebar kebencian dan permusuhan, gangguin orang, serempet-serempet hak asasi orang lain dan saudara-saudaranya yang merupakan penyakit mulut dan hati hehe. Bahkan ketika ada yang ngajak berantem beneran pun YM RasuluLlah saw bersabda ga usah diladenin bilang saja ana shoim lagi puasa. Nah barulah ketika puasa kita sudah sesuai dengan instruksi YM RasuluLlah saw yaitu iimaanan wa ihtisaaban inshaAllah dengan karunia Allah Taala puasa kita akan mengantarkan kita menjadi hamba Allah Taala yang lebih baik yaitu derajat muttaqi. Ketika hari raya tiba, yang disebut hari kemenangan kita akan bergembira bukan karena dapat THR gede atau dapet baju baru atau bebas dari belenggu puasa hehe, tapi kita bergembira karena mendapat lailatul qadar, mendapat ied hakiki, yaitu liqa-a-Allah, pertemuan dengan Allah Taala. Menjadi manusia yang disucikan lahir dan batin, manusia yang dihijrahkan dari kondisi buruk kepada kondisi yang baik.

Semoga saja Allah Taala mengaruniakan kita ied yang hakiki, menghidayahi kita menaufiki kita puasa yang sebenar-benarnya. Sehingga ketika berakhirnya puasa itu akan terjadi revolusi rohani yang luar biasa dalam diri kita, amin Allahumma amin.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun