Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Robohnya Bangunan Pesantren Tiang Kecil di Atas Harapan

5 Oktober 2025   12:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   12:03 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kita harus berani menyebut ini sebagai ketidakadilan struktural. Negara seharusnya hadir, memberi perlindungan bagi santri yang sejatinya adalah pelajar, bukan pekerja konstruksi. Pesantren juga perlu mengubah cara pandang: membangun bukan sekadar mengejar gedung berdiri cepat, tetapi memastikan keselamatan dan keberlangsungan hidup santri.

---

Harapan dan Seruan

Tiang kecil di atas harapan adalah metafora rapuhnya masa depan bila dibangun tanpa etika. Harapan generasi muda bisa runtuh jika pondasi pendidikan dicampur dengan kelalaian. Karena itu, kita perlu menegakkan tiga hal:

1. Etika kemanusiaan -- Santri adalah manusia, bukan tenaga kerja murah.

2. Standar keselamatan -- Pembangunan pesantren harus mengikuti regulasi teknis, melibatkan pekerja profesional.

3. Pengawasan publik -- Masyarakat dan pemerintah harus membuka mata, tidak boleh membiarkan tragedi ini terulang.

Puisi Esai ini bukan hanya serangkaian kata, melainkan cermin kegelisahan sosial. Ia ingin menggugah nurani: jangan ada lagi nyawa yang melayang hanya karena sebuah tiang kecil yang rapuh.

Pada akhirnya, kita semua punya tanggung jawab. Jika pesantren adalah pelita, maka tiang-tiang yang menopangnya harus kokoh oleh nilai kemanusiaan. Jangan biarkan pelita itu padam menjadi makam luka. Mari bangkit, bersuara, dan menjaga agar tiang kecil itu benar-benar menjadi tiang harapan---bukan tiang kematian.

Ahad Kliwon, 5 Oktober 2025
Akaha Taufan Aminudin
SATUPENA JAWA TIMUR

Catatan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun