Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Robohnya Bangunan Pesantren Tiang Kecil di Atas Harapan

5 Oktober 2025   12:03 Diperbarui: 5 Oktober 2025   12:03 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat kunjungan ke sebuah pondok kecil di Jawa Timur. Di tengah teriknya matahari, saya melihat anak-anak belasan tahun mengaduk semen, punggung mereka basah, tangan mereka melepuh. Saat ditanya apakah mereka lelah, mereka menjawab dengan polos: "Ini ibadah, ustaz. Kami membantu pondok."

Jawaban itu menohok hati saya. Ada ketulusan yang murni, tapi ada juga ironi besar di sana. Bagaimana mungkin sebuah ibadah harus dibayar dengan taruhan nyawa? Apakah kita tega membiarkan semangat pengabdian itu terjebak dalam eksploitasi?

---

Perspektif Religius dan Moral

Islam menempatkan keselamatan jiwa di atas segalanya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa menipu (merugikan orang lain), maka ia bukan bagian dari golongan kami." (HR. Muslim).

Hadis ini memberi pesan jelas: keselamatan orang lain adalah amanah. Jika kita membiarkan bangunan didirikan dengan tangan-tangan yang tidak terlatih, apalagi sampai ada korban, bukankah itu sebuah bentuk penipuan terhadap amanah Allah?

KH. Hasyim Asy'ari pernah menekankan, mendidik santri adalah ibadah agung. Namun, amanah itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Apa artinya mendidik jika santri justru kehilangan nyawa karena kelalaian? KH. Ahmad Dahlan juga pernah berpesan: "Kebenaran yang tidak teratur akan dikalahkan oleh kebatilan yang teratur." Maka, jika sistem pembangunan di pesantren tidak ditata, kebatilan berupa kelalaian akan terus menang.

---

Analisis Sosial

Masalah ini tidak berdiri sendiri. Ada budaya diam yang membuat masyarakat menganggap hal semacam ini wajar. Banyak pihak berkata: "Santri memang harus kerja bakti, itu bagian dari pendidikan." Padahal, kerja bakti berbeda dengan kerja paksa tanpa perlindungan.

Di sisi lain, regulasi juga sering tak menjangkau pesantren kecil di daerah. Standar keselamatan kerja nyaris tidak berlaku di sana. Tidak ada pengawasan dari dinas terkait, tidak ada standar teknis dalam pembangunan, bahkan kadang tidak ada tukang profesional---semua diserahkan pada tenaga santri. Akibatnya, bangunan rawan roboh, dan korban pun berjatuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun