Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jejak Arang: Menapaki Jejak Kreativitas Delapan Belas Perupa Pondok Seni Batu

25 September 2025   13:29 Diperbarui: 25 September 2025   13:29 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Akaha Taufan Aminudin Koordinator SATUPENA JAWA TIMUR INDONESIA 

  • Jejak Arang: Menapaki Jejak Kreativitas Delapan Belas Perupa Pondok Seni BatuOleh : Akaha Taufan Aminudin

    Dalam keheningan dan sentuhan abu, pameran Jejak Arang di Galeri Raos Kota Batu mengajak kita menyelami dimensi baru seni lukis kontemporer. Menyatukan 18 Perupa seniman dengan bahasa visual yang mengeksplorasi serba-serbi arang dan warna abu-abu, pameran ini bukan sekadar pertunjukan karya, melainkan refleksi tentang eksistensi, jejak waktu, dan kekayaan ekspresi manusia. Mari kita telaah bersama bagaimana arang bisa menjadi medium yang begitu kaya makna dan menyentuh hati.

    Ketika sebuah karya seni menjelma menjadi jendela ke dalam jiwa sang pencipta, dan sekaligus cermin bagi penikmatnya, di situ seni telah melampaui fungsi sekadar hiasan. Pameran Jejak Arang yang berlangsung di Galeri Raos, Kota Batu, mulai tanggal 20 hingga 30 September 2025 ini, memberikan pengalaman yang tidak biasa. Tidak hanya lewat media yang dipakai --- yakni arang, elemen sederhana dan familiarnya yang identik dengan abu dan bekas api --- tetapi juga melalui perjalanan imajinasi para seniman yang turut menghadirkan kontemplasi akan keberadaan manusia.

    Bagi sebagian orang, arang adalah residu, sesuatu yang tinggal setelah sesuatu terbakar, yang seringkali dianggap hitam dan "mati". Namun, di tangan para seniman seperti Anwar, A. Rokhim, Agus Sujito, dan kolega mereka, arang bertransformasi menjadi simbol keabadian, narasi waktu, dan keindahan dalam keterbatasan. Ini mengingatkan kita tentang filosofi bahwa dari kebinasaan pun dapat tumbuh kreativitas yang menginspirasi; bahwa dari abu yang dingin lah sebenarnya ada potensi untuk kehidupan baru.

    Arang sebagai Medium Refleksi

    Menurut pengamat seni kontemporer, penggunaan arang di dalam lukisan adalah tindakan yang sarat makna simbolis dan estetis. Warna abu-abu yang dihasilkan bukanlah sekadar nuansa netral tapi sebuah ruang untuk renungan panjang---antara terang dan gelap, jelas dan samar. Dalam pameran ini, kejutan datang dari bagaimana detail lukisan memanfaatkan tekstur kasar arang yang kontras dengan halusnya komposisi bentuk.

    Namun, arang bukan sekadar bahan, melainkan metafora tersamar mengenai jejak itu sendiri --- bekas yang ditinggalkan oleh proses, perjalanan, dan waktu yang berlalu. Setiap guratan, noda, atau sapuan kuas arang adalah catatan sejarah kecil yang mengundang kita untuk berhenti dan merenungi apa yang telah kita lalui dan bagaimana makna itu berubah.

    Jejak Kreatif dari Berbagai Sudut Pandang

    Salah satu kekayaan pameran ini adalah keberagaman gaya dan pendekatan dari dua puluhan seniman yang berpartisipasi. Mereka berasal dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda, masing-masing membawa bayangan cerita yang unik. Contohnya, karya Gusbandi Harioto yang menggunakan arang untuk membangun narasi mozaik sosial, atau lukisan Prie Wahyuono yang lebih meditasi tentang kehidupan batin dan jalur spiritual.

    Menurut kurator pameran, penggunaan arang dalam konteks kontemporer juga membawa pesan penting: bahwa seni tidak harus bergantung pada bahan mahal atau teknologi canggih, tapi bisa lahir dari sesuatu yang sederhana dan erat dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam keterbatasan, kreativitas manusia tetap mampu menembus batas.

    Pesan Jejak Arang bagi Dunia Seni dan Hidup

    Jejak Arang bukan hanya ajakan untuk menikmati karya, tetapi juga pembelajaran simbolis yang dalam. Di tengah arus seni kontemporer yang cepat berubah, karya-karya ini menenangkan jiwa dan mengingatkan pada esensi paling dasar dari berkarya dan hidup: kehadiran yang terekam dalam jejak-jejak waktu. Seperti arang yang membekas di atas kanvas, kita pun meninggalkan jejak pada dunia---yang kadang tak tampak namun nyata keberadaannya.

    Pameran ini juga mengajak kita bertanya: Apa yang akan menjadi jejak kita? Bagaimana kita mengolah pengalaman dan waktu menjadi makna yang bisa kita lihat, sentuh, dan resapi?

    Jadi, siapkan dirimu untuk menyelami keindahan abu dan arang yang tak hanya gelap, melainkan juga penuh dengan cahaya kreatif yang menggugah di Galeri Raos dari 20 hingga 30 September 2025. Dengan harga tiket Rp 5.000, pengalaman estetik dan filosofis ini sungguh murah untuk diabaikan.

    Jangan lupa bagikan pengalamanmu di #JejakArang, #GaleriRaos, dan #PondokSeniBatu --- karena setiap jejak, ketika dibagikan, menjadi lebih berarti.

    "Dalam keheningan abu, seni menemukan suaranya; dalam bekas arang, manusia menjalin cerita tak berujung."

    Kamis Kliwon 25 September 2025
    Akaha Taufan Aminudin
    Sisir Gemilang Kampung Baru Literasi SIKAB Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Pegadaian MengEMASkan Indonesia 

MengEMASkan Indonesia 

Photo Akaha Taufan Aminudin Koordinator SATUPENA JAWA TIMUR INDONESIA 
Photo Akaha Taufan Aminudin Koordinator SATUPENA JAWA TIMUR INDONESIA 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun