Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Politik Tanpa Epistemologi

27 Januari 2023   13:22 Diperbarui: 27 Januari 2023   13:37 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setelah Peristiwa 1965, yang juga disebut sebagai tragedi kemanusiaan baik secara nasional ataupun internasional, yang dosa-dosanya secara nasional ditimpakan ke Partai Komunis Indonesia (PKI), sampai sekarang, Politik Indonesia mulai berjalan tanpa ideologi. Ideologi menjadi asing dalam membangun partai politik; terlebih Orde Baru yang berkuasa menjadikan Ideologi Negara menjadi juga asas dalam berpartai dalam proyek "Asas Tunggal Pancasila".

Ideologisasi dalam membangun partai menjadi tidak penting. Perdebatan Ideologi menjadi barang mahal dan aneh. Tak ada lagi olah pikir ekonomi politik dalam pembangunan negara dalam perspektif ideologi baik itu sosialisme, religiositas, kapitalisme. Deideologisasi  berlaku menyeluruh dalam program pembangunan yang ditentukan arahnya oleh penguasa. Seiring dengan itu adalah deparpolisasi yaitu penggembosan dan pembusukan terhadap institusi bernama Partai, yang dianggap hanya buang-buang waktu. 

Partai-Partai itu lantas tidak boleh membangun strukturnya sampai tingkat desa, di tingkat kecamatan hanyalah badan koordinasi saja. Dengan cara itu diciptakan massa mengambang yang setiap pemilu baru ditagih dan dikejar untuk menyukseskan  pemilu  tanpa tahu mendalam secara ideologis dan kepentingan politiknya.

Partai-partai itu pun yang sudah dibuang rohnya yaitu ideologi kini dibusukkan sebagai hal yang tidak penting dalam pembangunan sehingga dalam struktur politik Orde Baru: jumlah partai itu diringkas menjadi dua dan hanya sebagai ornamen dalam menyukseskan tujuan-tujuan Orde Baru. Sementara itu diletakkan landasan pentingnya golongan berkarya yang bukan partai untuk me-leading pembangunan.

Golongan Berkarya, Golkar, walau bukan badan politik tetapi selama Orde Baru, selalu ikut  pemilu dan menang. Pada golongan berkarya itu dan akhirnya juga pada kedua partai itu ditekankan bukan pada ideologi politik dalam membangun partai karena ideologi dan politik dianggap hanya melahirkan perdebatan dan kekisruhan yang dapat mengarah ke perpecahan, tetapi ditekankan pada programatik yang dianggap lebih dapat menyatukan. Pada era reformasi, karena peserta pemilu haruslah Partai, Golongan Berkarya pun terpaksa mengubah diri menjadi Partai Golongan Karya.

Setelah Deparpolisasi sukses, dan partai-partai menjadi alat dan legitimasi kekuasaan Orde Baru, kemudian rakyat luas pun digarap Orde Baru untuk tidak kritis terhadap Politik Pembangunan Orde Baru. Kampanye bahwa politik itu kotor dan tidak berguna menggema di mana-mana. 

Politik dianggap hanya soal perebutan kekuasaan  saja dengan licik dan menghalalkan segala cara. Padahal dalam pelajaran filsafat, Politik selalu tidak bisa dipisahkan dari Etika sebab Politik adalah bagian dari perbincangan Axiologi atau nilai-nilai bagaimana mengantarkan, melayani dan mengatur manusia menuju martabat kemanusiaan yang tertinggi.  

Politik murni menjadi urusan pemerintah, rakyat cukup menonton dan menikmati saja sambil berkarya: kerja, kerja, kerja. Politik No Ekonomi Yes. Tapi selama, Pemerintah Orde Baru bisa memberikan kebutuhan pokok dengan cukup, rakyat pun manut. Begitu hal-hal kebutuhan mendasar menjadi tak terpenuhi oleh rakyat, rakyat pun berontak sehingga turut turun ke jalan menyerukan tuntutan:  "Soeharto, Presiden Orde Baru, mundur."

Kondisi politik di bawah Orde Baru seperti itulah yang mengantarkan ke politik era reformasi. Kata kuncinya adalah membuang jauh-jauh pengetahuan politik rakyat.  Perdebatan politik hanya terjadi di kalangan kelompok kecil seperti mahasiswa dan politisi. Kelompok kecil inilah yang berpengetahuan secara ideologi dan politik mengapa Orde Baru harus ditumbangkan dan kemudian  membangun struktur politik baru setelahnya.

Sementara rakyat atau kebanyakan mayoritas bergerak karena kesulitan hidup atau derajat kesejahteraan yang jatuh.  Akibatnya kita bisa melihat bagaimana politik di era reformasi ini sepertinya berjalan tanpa epistemologi; tanpa (filsafat) pengetahuan.

Pendeknya, Epistemologi adalah filsafat pengetahuan yang menjadi landasan untuk terlibat dalam berpolitik dengan pengetahuan yang mendalam. Rakyat bergerak tidak hanya karena kebutuhan ekonominya tidak tercukupi tetapi karena juga mempunyai pengetahuan ideologi dan politik; bukan hanya karena agitasi saja. Agitasi yaitu hasutan untuk bertindak dan berbuat tetapi juga karena propaganda yang cukup, propaganda karena penjelasan yang cukup sehingga berpengetahuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun