Mohon tunggu...
Aji Muhawarman
Aji Muhawarman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sehat.sehat.sehat...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kota Batu, Kota Wisata Nomor Satu (bagian 2 dari 2)

9 Januari 2016   11:38 Diperbarui: 9 Januari 2016   11:55 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bromo bergolak"][/caption]Hari kedua kami berada di Batu, sebagai pembuka, diawali dengan trip menuju Gunung Bromo yang populer ke seantero jagat itu, lebayyy... Selama ini yang dicari orang ketika nge-trip ke Bromo adalah matahari terbit (sunrise). Untuk itu, perlu usaha ekstra dan sedikit perjuangan. Kita mesti bangun pada dini hari, bergegas menaiki jip melewati jalan-jalan menanjak, terjal dan melalui lautan pasir untuk menuju ke titik-titik tertentu guna menunggu sang surya muncul di ufuk timur. Nah, perjalanan kami kali ini diluar dari kebiasaan tadi, istilahnya anti mainstream lah.

Berhubung kami membawa anak-anak yang sudah pasti sangat sulit untuk bisa bangun pada jam 2-3 tengah malam. Selain itu, saat ini Gunung Bromo sedang bergolak, batuk-batuk mengeluarkan asap, gas, abu dan material lain yang terkandung di dalamnya. Sehingga dengan kondisi tersebut para wisatawan dilarang untuk mendekati area kawah gunung dan kawasan terdekat di sekitarnya. Maka pilihannya adalah menikmati keindahan alam di taman nasional Bromo, Tengger, Semeru (TN-BTS). Alhamdulillah meski dalam kondisi demikian, kami masih dapat menikmati panorama Bromo meski dari kejauhan. Syukurnya lagi lokasi utama tempat para wisatawan biasanya menanti terbitnya sang mentari di Penanjakan masih bisa kami datangi. Walaupun sempat muncul kekuatiran saya soal aspek keamanannya, apalagi pergi bersama anak dan istri.

TN-BTS ini berada di wilayah 4 kabupaten di Jawa Timur; Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Dengan menggunakan mobil sewaan seukuran Elf dan melalui jalur lewat Pasuruan, dibutuhkan waktu sekitar 3 jam dari Kota Batu untuk mencapai Penanjakan. Sebelum sampai Penanjakan, para pelancong harus membayar retribusi sebesar Rp.32.500/orang yang sayangnya terkesan seperti pungli karena tidak diberikan tiket resmi dari penjaganya. Mulai dari sini kita juga diharuskan menyewa jip jenis hardtop yang sepertinya menjadi kendaraan wajib untuk menuju lokasi-lokasi di seputaran Bromo. Jarak antara ‘terminal’ jip dengan Penanjakan sekitar 9 km. Dari kejauhan terlihat asap pekat dan tebal dari kawah Bromo tanpa henti terus keluar dan membumbung tinggi ke angkasa. Rasa penasaran sekaligus deg-degan menyelimuti. Sekitar 30 menit kemudian kami sampai di Penanjakan.

Situasi saat itu boleh dibilang lebih sepi dari biasanya. Entah karena memang para wisatawan pemburu sunrise sudah pulang atau banyak yang kuatir ke Bromo sejak dinyatakan statusnya waspada. Satu per satu anak tangga dilewati dan ketika sampai di ujung anak tangga, tersajilah pemandangan yang menakjubkan. Menyaksikan dari jarak yang relatif dekat sebuah gunung yang sedang aktif mengeluarkan materialnya tentu bukan pemandangan jamak yang anda saksikan sehari-hari. Bahkan mungkin belum sekalipun anda alami seumur hidup. Ya itulah yang kami nikmati selama kurang lebih setengah jam berada di sana. Gunung Bromo, Gunung Batok dan juga Gunung Semeru di kejauhan tetap menampakkan kegagahannya. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Sayangnya kami tidak bisa mendekat. Namun dibalik itu semua, saya juga dapat merasakan bagaimana kesusahan para warga yang kampungnya terdampak langsung asap dan abu dari ‘kemarahan’ sang paku bumi yang kebetulan karena tiupan angin membawa material Bromo mengarah ke daerah mereka.

[caption caption="Berfoto di Penanjakan"]

[/caption]Sehabis puas berfoto-foto, kami pun berangsur meninggalkan lokasi. Udara yang dingin dan kelelahan dalam perjalanan, rehat sejenak di warung-warung yang ada di sekitar Penanjakan menikmati kudapan seadanya, merupakan pilihan yang pas. Setelah merasa kenyang, kami kembali ke ‘terminal’ jip tempat pemberangkatan awal. Perjalanan pun berlanjut ke lokasi lainnya. Dalam perjalanan pulang, kami sempat terkendala yang disebabkan sulitnya jalur yang dilalui, mulai dari tikungan yang tajam, turunan yang curam hingga jalan yang sempit. Dengan dimensi kendaraan yang panjang, keadaan tersebut tentu menyulitkan sang supir. Akibatnya beberapa kali kami harus turun dan memberikan kesempatan bagi kendaraan kami melewati rintangannya. Alhamdulillah kami sekeluarga masih diberi keselamatan. Perjalanan dilanjutkan menuju destinasi wisata berikutnya. Museum angkut!

Museum angkut ini menjadi target utama saya ke Batu. Tempat ini sudah beberapa kali diliput oleh media televisi yang menunjukkan betapa menariknya museum ini. Ditambah lagi cerita dari beberapa orang yang merekomendasikan tempat ini, semakin bertambahlah rasa penasaran saya.

Memasuki kawasan museum, terlihat deretan orang yang mengantri masuk ke dalam museum. Sambil melihat-lihat sekitar, banyak sekali manusia yang memenuhi tempat ini. Padahal harga tiket masuknya tidak murah juga. Harga tiket biasa saat akhir pekan Rp.80.000/orang, jika ingin menikmati museum topeng anda tinggal menambah Rp.10.000 (menjadi Rp.90.000/orang) untuk membeli tiket terusan. Untuk masuk ke dalam, anda tidak diperkenankan membawa makanan/minuman dari luar. Begitu juga bila membawa kamera jenis pocket camera atau DSLR (kecuali kamera HP) mesti membayar biaya tambahan.

[caption caption="Suasana dalam ruang utama museum angkut"]

[/caption]Begitu masuk ke ruang utama, anda akan disambut oleh ‘bumblebee’ salah satu anggota kelompok autobot dalam film Transformers. Suasana saat itu sangat ramai dengan pengunjung. Ada yang serius mencermati mobil-mobil tua, motor klasik dan kereta kuda, ada pula yang sedang asik ber-selfie/wefie ria. Ramainya pengunjung memang membuat tidak nyaman, karena membuat saya tidak leluasa menikmati satu per satu kendaraan yang dipamerkan. Tak berlama-lama di lantai 1, kami naik ke lantai 2. Di lantai 2 ada alat angkut tenaga hewan dan kapal. Karena kurang menarik dan terlalu penuh, kami lanjut ke lantai 3. Di lantai 3 terletak angkutan udara seperti heli dan pesawat terbang komersil. Sedikit menaiki tangga, terdapat pesawat jenis boeing yang bisa kita masuki dengan membayar tiket sebesar Rp.20.000 dan jika ingin mengikuti simulator pilot anda harus merogoh kocek lebih dalam Rp.300.000. Tiket yang anda beli tadi, selain untuk melihat interior pesawat komersil, juga dapat anak anda gunakan untuk berfoto sebagai pilot di pesawat ‘dusty’ yang terkenal dalam film Planes.

[caption caption="Area movie star"]

[/caption]Yang menarik dari penempatan koleksi kendaraan di museum angkut adalah disesuaikan dengan kota-kota di Indonesia dan dunia. Contoh misalnya ketika selesai gedung utama di depan tadi, maka kita akan memasuki zona pelabuhan layaknya di pelabuhan sunda kelapa Jakarta. Menyesuaikan dengan zona pelabuhan tadi, ditempatkan kendaraan yang biasanya ada di pelabuhan pada zaman dulu seperti truk, gerobak, becak, sepeda. Dari sini anda akan digiring menuju movie star studio di mana penempatan koleksi kendaraan berdasarkan negara tempat produksinya, misal Inggris, Amerika, Perancis atau Italia. Di movie star studio, anda akan merasakan suasana pembuatan film di hollywood. Oiya, usahakan sampai ke studio ini jelang malam hari karena pada waktu tersebut sudah berkumpul mobil-mobil antik yang siap berparade.

Selepas zona tadi, anda akan memasuki zona negara-negara produsen mobil terkemuka di dunia macam Amerika, Perancis, Inggris, Italia. Di zona Italia misalnya, kita akan disuguhi koleksi mobil klasik merk Fiat dan motor Vespa. Koleksi tertua yang saya perhatikan keluaran tahun 1940-an. Selain mobil dan motor, museum ini juga menempatkan patung-patung public figure/bintang film jadoel seperti Elvis Presley dan Charlie Chaplin. Tak ketinggalan komedian Mr. Bean, Ratu Elizabeth, replika piala oscar, bahkan si raksasa hijau Hulk. Ada juga replika bangunan monumental semacam menara eiffel, patung liberty, buckingham palace, dsb.

[caption caption="Zona italia"]

[/caption]Beberapa kendaraan mampu menyedot daya tarik pengunjung seperti hummer limousine, bat mobile atau motor ghost rider. Sampai saat ini saya masih membayangkan berapa besar modal yang ditanamkan untuk mendatangkan ratusan mobil, motor dan moda transportasi lainnya yang berasal dari banyak lokasi di dalam dan luar negeri dan berbagai generasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun