Mohon tunggu...
Aji Cahyono
Aji Cahyono Mohon Tunggu... Jurnalis - Islamic Education, Politic International Relationship, Middle East Region, Philosopher

Saya di lahirkan dari cinta, oleh cinta, dan untuk cinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketidaksukaan Menjadi "Takdir" yang Harus Dijalani

17 Juni 2022   19:30 Diperbarui: 17 Juni 2022   19:36 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Pejambon, Jakarta, 18 Agustus 1945, dari IPPHOS diambil dari Kompaspedia.Kompas.id

Pertama kalinya, saya mencoba menuliskan sebuah Cerita Pendek (Cerpen), tentu menjadi hal yang penting dalam merefleksikan sebuah kehidupan yang berjalan amat dinamis dan sulit diprediksi kedepannya. Judul tersebut saya buat, berangkat dari sebuah empirik atau pengalaman pribadi yang sebelumnya tidak suka terhadap proses kegiatan apapun, malah justru menjadi kebutuhan yang harus dijalani menjadi insan manusia.

Memang kehidupan ini amat dinamis dan unik, kadang juga melihat flashback, kadang juga sering mentertawakan diri sendiri. Meskipun demikian, kita sedang dihadapkan dengan hal hal yang menyangkut tentang partisipasi manusia dalam menjalankan kebermanfaatan bagi sesama manusia, saling tunduk terhadap kuasa Tuhan Yang Maha Menciptakan atas segala-Nya. Karena pada prinsipnya, sejauhmana kita dapat melakukan kebaikan terhadap manusia, dan sejauhmana kita telah melakukan perbuatan dosa terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, kita sebagai manusia sering sering meng-evaluasi diri dan selalu menerapkan sikap legowo. Maka saya rasa, pendidikan itu dirasa penting dalam rangka membangun sebuah bangsa ini lebih baik kedepannya. Dengan semangat keberagaman dalam beragama, mempunyai rasa nasionalisme dan patriotisme. Menjaga nilai toleransi antar sesama.

Salah satu contohnya, seperti dulunya kegiatan menulis adalah pekerjaan yang tidak saya minati atau sukai, atau bahkan sangat antipati terhadap kegiatan yang bersifat menulis.  Bahkan sampai antipatinya, saya tidak pernah mengikuti kegiatan secara kelembagaan atau organisasi ekstrakurikuler jurnalistik maupun Lembaga Pers Mahasiswa, atau bahkan sangat anti terhadap konteks apapun yang berkaitan dengan organisasi sosial. Namun seiring dengan berjalannya waktu, rasa menyesal atau dalam bahasa Jawa getun, menjadi sebuah perenungan diri.

Bertemu dengan beberapa orang yang berkompeten dibidangnya, terutama menulis. Menjadi sebuah kritik yang mendalam bagi saya, menjadi orang yang tidak mengetahui apa - apa mengenai seluk beluknya dunia kepenulisan yang begitu kompleks. Pasalnya ditengarai bahwa menulis adalah merawat kehidupan dan merawat ingatan, pemikiran dan rasa dapat diolah dalam sebuah keterampilan berupa kepenulisan. Karena pada prinsipnya, menulis adalah bagian terpenting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, saya terinspirasi oleh sosok Pahlawan Nasional, yakni Tan Malaka mendefinisikan “pendidikan itu memperkuat pengetahuan, memperkukuh kemauan, dan memperhalus perasaan”. Ya menulis adalah sebuah instrumen dalam pendidikan.

Kemudian, sejak saya masih status menjadi anak – anak, setiap pagi jam setengah 5 pagi, selalu menghadap di Televisi untuk menonton beberapa informasi seputar tentang Sepakbola. Sebelum berangkat sekolah di salah satu SD di kampung, Lensa Olahraga dan Sport 7 yang menyajikan informasi aktual tentang Sepakbola Indonesia, atau Liga Inggris, Spanyol, Italia, Jerman atau bahkan Liga Champions.  Jika Weekend itu tiba, pasti acara televisi yang saya tunggu tunggu adalah Si Bolang, Galeri Sepakbola Indonesia, dan Total Football. Ya dengan cukupnya pengetahuan tentang sepakbola, seringkali diminta bantuan untuk menganalisis atau memprediksi pertandingan sepakbola Indonesia maupun liga liga yang ternama di Eropa, memprediksi Head to Head dari kedua Tim Sepakbola Tersebut. Ya ibaratnya bahasa kerennya Pengamat Sepakbola atau Konsultan Bola dari kampung yang tidak ada bayarannya. Ya itulah kisah menarik menurut saya. Sejak kecil tidak mengetahui betul informasi mengenai dunia politik saat itu.

Begitupun menjelang usia dewasa, ketertarikan untuk mendapatkan informasi mengenai sepakbola mulai memudar, seiring dengan lingkungan yang membentuk karakteristik saya yang sebelumnya anti terhadap dunia politik. Ketika masuk di Pendidikan Tinggi seringkali beberapa mahasiswa berdiskusi tentang bangsa dan negara, apalagi membicarakan tentang politik. Tentu menjadi sebuah tanda tanya besar dikala itu dalam benak saya, ngapain sih bicara politik ?

Sejauh perjalanan akademik saya, ternyata benar bahwa semua apapun sistem baik dan tidaknya adalah melalui proses politik maupun dalam kebijakan publik, dengan didukung oleh sebuah strategi dan teknik dalam proses administrasi publik serta didukung oleh pengetahuan yang kuat dan arif bijaksana dalam karakteristiknya. Meskipun demikian, bahwa proses diskusi dan menyelami sebuah fenomena tentang bangsa dan negara, tentu ada efek domino yang positif maupun negatif. Mengapa demikian seperti itu ?

Karena pada prinsipnya, bahwa diskusi dan membicarakan tentang nilai kebangsaan dan politik kenegaraan adalah sesuatu hal yang dianggap formal. Dugaan saya, nilai positif membahas dan mengkaji tersebut dalam rangka secara step by step berangkat dari kesadaran moral untuk membangun bangsa ini yang lebih baik. Selain itu juga, bahwa gagasan tentang nilai kebangsaan dengan spirit kolektif, menjadi nilai plus dalam membangun rasa persaudaraan dalam lanskap satu visi. Sedangkna dari sisi negatifnya, bahwa membahas mengenai bangsa dan negara adalah sesuatu yang formalistik dan kaku.

Dalam hal negatif soal politik, bahwa animo perempuan minim dalam mewacanakan tentang nilai kebangsaan, padahal jikalau diketahui secara umum bahwa populasi di Indonesia  jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Apalagi resiko besar adalah ketidaksukaan perempuan terhadap pasangannya laki-laki, yang selalu membicarakan urusan politik dihadapannya. Tentu menjadi sebuah tantangan yang amat besar dan ber-konsekuensi. Karena saya rasa amat, perempuan secara dominan membutuhkan ruang dengan menciptakan situasi yang happy happy atau sesuatu yang ringan. Meskipun pernyataan saya bukan sesuatu yang absolut, itu hanyalah sebuah sampel yang saya jumpai di beberapa lingkungan. Meskipun argumentasi saya dapat dipatahkan dengan sampel yang lainnya.

Saya rasa amat, cerita ini sebagai bentuk refleksi atau sebagai penyadaran kolektif untuk saling memberdayakan dan mengimplementasikan potensi diri sebagai manusia yang bijak dalam memahami segala macam realitas yang ada. Karena pada prinsipnya, membangun sebuah bangsa yang besar adalah mempunyai kemauan yang kuat untuk bergerak secara progresif dan revolusioner demi mewujudkan cita-cita yang besar, demi terciptanya sebuah masyarakat yang madani dan toleran, serta peka terhadap politik kenegaraan yang berbasis kebutuhan rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun