Padahal jargon politiknya "katakan tidak pada Korupsi", ketidak-konsistenan inilah yang saya kritisi. Itulah kenapa akhir-akhir ini beberapa artikel saya banyak mengkritisi sepak terjang pemerintahan Jokowi dan PDIP, karena memang sinergi keduanya terasa sangat timpang.
Kalau saya mengkritisi kinerja Anies Baswedan, bukan karena saya benci, atau karena saya bukanlah bagian dari pendukungnya. Dalam kemenangannya, ada beberapa suara yang saya sumbangkan saat pemilihan.
Pada putaran pertama, saya memang memilih Ahok, tapi pada putaran kedua saya memilih Anies Baswedan, hanya atas dasar 'seiman'. Ya wajar saja kalau saya mengkritisi kinerjanya sebagai pemimpin, sebagai bentuk tanggung jawab saya sebagai pemilihnya.
Kita tidak boleh buta hanya karena dukungan dan pilihan, sehingga kehilangan objektivitas dalam memberikan penilaian, cuma membeo atas dasar seiman. Kalau memang ada yang salah dalam kepemimpinannya, dan salah dalam penerapan kebijakannya, masak sih kita cuma membeo.
Itulah kenapa saya bilang, menjadi pendukung tidak harus membeo, tetap harus rasional dan objektif. Harus bisa memisahkan antara seiman dan kepentingan, juga kewajiban. Taklik kepada seorang pemimpin hanya atas dasar seiman, hanya akan merusak nalar dan objektivitas.
Tetap proporsional dan profesional dalam memberikan penilaian, berani mengatakan yang salah adalah salah, dan yang saya benar adalah benar. Jangan bilang menjadi pendukung itu gak ada beban, justeru menjadi pendukung itu juga punya beban dan tanggung jawab.
Menjadi pemilih dan pendukung seorang pemimpin itu bukan seperti mengidolakan penyanyi K-Pop, yang tidak perlu rasional, sehingga mabuk dalam pemujaan yang berlebihan, tidak lagi menggunakan nalar dan logika.Â