Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Partai Politik Tanpa Korupsi, Bisakah?

10 Desember 2019   05:36 Diperbarui: 10 Desember 2019   05:32 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infographic: Twitter @KPKWatch_RI

 

Kita tahu kalau semua partai politik punya komitmen Anti Korupsi, persoalannya sejauh apa komitmen tersebut diterapkan. Sampai saat ini, Ruang Tahanan kasus korupsi isinya hampir rerata kader partai politik.

Partai tidak bisa bilang itu urusan dan tanggung jawab personal kader partai, karena pada kenyataannya perilaku korup kader partai politik diduga juga sangat terkait dengan kepentingan partai.

Makanya muncul pertanyaan, partai politik tanpa korupsi bisakah.?

Dari infographic @KPKWatch_RI dibawah ini bisa kita lihat peringkat Partai dalam kasus korupsi yang menjerat kadernya. PDIP berada diperingkat teratas, disusul dengan Partai Golkar. Inikan partai tertua di Republik ini, yang seharusnya memberikan pendidikan politik agar anti korupsi pada kadernya. 


Sumber: Twitter @KPKWatch_RI
Sumber: Twitter @KPKWatch_RI

Komitmen anti korupsi tidak bisa hanya sebatas retorika, implementasinya harus diawasi oleh partai politik. Mengharamkan perilaku korup bagi para kadernya, petinggi partai pun harus memberikan contoh cara mendapatkan uang yang halal untuk menghidupi partai.

Korupsi sudah menjadi persoalan yang serius bagi bangsa Indonesia, korupsi harus menjadi musuh bersama, bukan cuma musuh pemerintah, tapi juga musuh masyarakat. Kita perlu bertanya lagi, kita (pemerintah dan masyarakat) serius gak ingin  memberantas korupsi.?

Pemberantasan korupsi tidaklah berdiri sendiri, good will pemberantasan korupsi itu sendiri haruslah benar. Penegakan hukumnya harus serius, juga perangkat undang-undang lembaga pemberantasan korupsi juga harus diperkuat, bukan dilemahkan.

Di negara kita pemberantasan korupsi ini terkesan sangat dilematis. Satu sisi yang terjerat kasus korupsi kebanyakan anggota legislatif, sehingga secara kelembagaan legislatif pun menerima aib.

Disisi lain yang menggodok undang-undang untuk pemberantasan korupsi itu sendiri adalah anggota legislatif. Secara profesional tetap saja ada vested interest dalam menyiapkan perangkat undang-undang untuk lembaga pemberantasan korupsi.

Sampai saat ini, UU KPK yang sudah disepakati dan disahkan oleh pemerintah dan DPR masih diperdebatkan publik, bahkan KPK sendiri merasa UU KPK yang sudah disahkan tersebut dianggap justeru melemahkan KPK.

Banyak pihak menginginkan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK, namun Presiden bilang UU KPK masih diuji materil di MK. Terakhir Presiden Jokowi bilang UU KPK dilihat dulu hasil penerapannya, setelah itu baru dilihat perlu atau tidaknya diterbitkan UU KPK. Sumber

Dari sini bisa disimpulkan bahwa, kita belum serius dalam hal pemberantasan korupsi. Satu bukti lagi kita tidak serius dalam pemberantasan korupsi, mantan napikor diperbolehkan ikut Pilkada, atas dasar pertimbangan hak politik yang bersangkutan.

Inikan sesuatu yang sangat lucu, satu sisi mau bersikap tegas terhadap pemberantasan korupsi, disisi lain masih mempertimbangkan hak-hak mantan napikor, padahal sudah banyak bukti bahwa mantan napikor tetap akan mengulang tindak kejahatan korupsi setelah kembali mendapat posisi. Sumber

Perilaku korupsi itu bukan cuma menyangkut moral dan akhlak, tapi juga karena adanya peluang untuk mengulangi tindak kejahatan tersebut. Disamping itu, tidak adanya efek jera dari sanksi hukum yang diberikan. Penegak hukum belum bisa menjadi raja tega dalam menerapkan hukuman kepada perilaku korupsi.

Didalam tahanan, hidup mereka nyaman-nyaman aja, tidak ada sama sekali merasa sebagai pesakitan. Pelaku korupsi masih bisa keluar masuk ruang tahanan dengan leluasa, ini sama spesialnya dengan para bandar narkoba, yang masih bisa mengoperasikan bisnisnya dari dalam penjara, ini sudah jadi rahasia umum. Sumber

Mana pernah terdengar kabar kalau napikor itu sangat tersiksa hidupnya didalam penjara, semua bisa dibuat nyaman sesuai dengan pesanan. Dari sini bisa ditakar sejauh apa komitmen kita dalam pemberantasan korupsi. Satu lembaga serius memberantas korupsi, tapi ada lembaga lain yang bikin nyaman koruptor.

Pemerintah tidak bisa berpuas diri dengan angka-angka indeks persepsi korupsi, karena yang dilihat secara nyata itu kasus korupsi terus terjadi, bahkan menyerempet lingkaran istana. Itu artinya pemerintah belum berhasil dalam hal pemberantasan korupsi.

Memang berdasarkan Corruption Perception Index 2017 memperlihatkan adanya tren positif di Indonesia dari aspek pemberantasan korupsi. Indonesia dari posisi 32 pada tahun 2012 menjadi 37 pada tahun 2017. Makin rendah angka indeksnya makin tinggi tingkat korupsi suatu negara. Begitu juga sebaliknya, makin tinggi angka indeksnya, makin rendah tingkat korupsi suatu negara. Sumber

Tiga hal yang harus menjadi perhatian serius baik oleh pemerintah mau pun masyarakat yang turut mengawasi pemberantasan korupsi.

Pertama, penerapan hukum terhadap pelaku tindak kejahatan korupsi harus tegas dan memberikan efek jera.

Kedua, tidak ada toleransi terhadap pelaku korupsi mau pun mantan napikor. Hilangkan hak politik mantan napikor. Tujuannya agar mereka tahu bahwa kejahatan korupsi itu sangat merugikan bangsa dan negara.

Ketiga, lembaga pemberantasan korupsi juga harus serius dalam menindak pelaku korupsi, dan cermat dalam mengidenfikasi kejahatannya. Juga tidak tebang pilih dalam mengeksekusi kejahatan korupsi.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, buktinya tetap saja semakin banyak yang terkena OTT KPK, itu artinya OTT tidak terlalu mempengaruhi perilaku korupsi. Karena sanksi hukum yang bakal diterima sudah bisa ditakar oleh pelaku korupsi.

Mau sehebat apa pun KPK melalukan OTT kalau sanksi hukum yang diterima pelaku korupsi masih ringan-ringan saja, maka kejahatan korupsi masih terus akan ada. Wacana hukuman mati bagi pelaku kejahatan korupsi tidak bisa hanya sebatas retorika. Harus bisa segera diterapkan, dan Komnas HAM pun harus mendukung penerapan hukuman tersebut.

Merespons wacana itu, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) berkata hukuman mati tak terbukti efektif untuk meminimalisir tindak pidana korupsi. PBB pun berpendirian untuk menolak tindakan itu.

"Hukuman mati tidak pernah mencegah kejahatan apapun. PBB sebagai organisasi tentunya menekan negara untuk menghilangkan hukuman mati," ujar Country Manager UNODC untuk Indonesia Collie F. Brown di Jakarta kepada Liputan6.com, Senin (9/12/2019). "Pada pendirian PBB, kami menolak itu," lanjutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun