Mohon tunggu...
aji
aji Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Aji Anugrah P Universitas Pembangunan Jaya Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pelanggaran Etika Tayangan Reality Show di Televisi

24 Mei 2019   02:45 Diperbarui: 24 Mei 2019   03:02 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

PELANGGARAN ETIKA TAYANGAN REALITY SHOW DI TELEVISI

Disusun Oleh :

Aji Anugrah Putra (2017047005)

 

Tayangan  reality show merupakan tayangan yang biasa digemari oleh masyarakat di Indonesia. Tayangan ini sering kali di tayangkan di televisi dan acara reality show ini cukup digemari oleh berbagai kalangan, dari usia anak-anak maupun dewasa. Namun tayangan reality show seringkali luput dari pengawasan etika penyiaran. Reality show  seringkali menayangkan adegan - adegan yang tidak pantas seperti adegan bermesraan, berkata kasar dan sering kali menampilkan adegan kekerasan. 

Contohnya seperti tayangan reality show "Katakan Putus" di stasiun televisi "Trans Tv", acara ini juga menampilka problem-problem yang mengumbar - umbar aib yang penuh dengan drama lika - liku percintaan yang begitu rumit dan sulit untuk di tonton, terutama untuk anak dibawah umur. Misalnya seperti dalam tayangan "Katakan Putus" pada tanggal 28 Januari 2019 dimana dalam tayangan tersebut ada beberapa adegan kekerasan yang di pertontonkan kepada para penonton.

Selain tanyangan reality show "Katakan Putus" sebetulnya masih ada lagi tayangan -- tayangan serupa yang banyak memperlihatkan atau menontonkan adegan -- adegan kekerasan, bermesraan, berkata kasar dan memperlihatkan kekerasan, seperti tayangan "Tercyduk" di stasiun televisi "SCTV" pada tayangan tanggal 18 Maret 2018 tentang anak yang durhaka kepada ibu kandungnya, sang anak sifatnya berubah karena masuk SMA favorit. Di tayangan tersebut banyak sekali adegan yang tidak layak dipertontonkan. 

Seperti melawan orang tua, memecahkan barang di depan orang tua, dan ada mengakui pernah mencuri barang milik orang lain untuk dia gunakan bersenang -- senang. Adegan seperti itu seharusnya perlu dipertontonkan karena bisa mempengaruhi para penontonya khususnya anak -- anak dan remaja jika tidak di awasi oleh orang tua.

Menurut Efnie Indrianie seorang psikolog anak dari Universitas Kristen Maranatha Bandung. Tontonan yang ada di televisi secara tidak langsung akan berdampak pada psikologis si penonton. Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan dari orang tua  dan juga tontonan TV yang tidak sesuai dengan usianya. 

"Memang tidak akan langsung terlihat dampaknya pada buah hati, namun lambat laun ini akan mempengaruhi perkembangannya, baik secara fisik, perilaku dan pemikiran. Dan sering sekali orang tua terlambat mengetahuinya sehingga anak sudah di luar kendali.

 Hal seperti ini memang tidak bisa disalahkan, karena setiap orang pasti punya kesibukan masing - masing, namun bukan hal yang baik untuk membiarkan anak-anak berlama - lama di depan layar TV menyaksikan tayangan - tayangan, di mana ini bukan tontonan seusianya. "Padahal ini akan merusak pikiran mereka cepat atau lambat,".

Tayangan seperti "Katakan Putus" dan "Tercyduk" memang akan berakibat pada psikologis jangka panjang.  Menurut Steve Wollin dalam buku "Resileince Self", manusia lahir tanpa jati diri dan jati diri dibentuk dari pantulan ekspresi-ekspresi wajah yang dilihatnya. 

"Bila anak-anak selalu melihat ekspresi wajah marah atau menakutkan, maka mereka merasa diri tidak layak dicintai. Karena menurut laporan dari KPI bahkan menunjukkan bahwa anak - anak Indonesia itu menempati urutan yang paling teratas dalam urusan menonton siaran televisi terlama di antara negara -- negara di ASEAN. Anak - anak di Indonesia rata - rata bisa menghabiskan waktu menonton TV hingga 5 jam bahkan lebih setiap hari nya, sementara anak - anak negara ASEAN lain hanya menghabiskan waktu di depan TV rata -- rata 2 sampai 3 jam per harinya.

Yang sangat disayangkan adalah, kebanyakan tontonan yang mereka saksikan setiap hari sarat akan unsur kekerasan, hal - hal yang berbau sadis dan percintaan yang sama sekali tidak mendidik. KPI pun sebagai lembaga penyiaranpun sempat mendapat kritikan dari KOMINFO untuk bisa lebih memperhatikan siaran -- siaran yang di tayangkan ke khalayak. KPI pun sebenarnya sudah memberikan pedoman dan memberikan teguran kepada saluran -- saluran televisi yang menanyangkan acara kurang mendidik atau banyak hal yang negative nya.

Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia, Dewi Setyarini. Menurut Dewi, masyarakat sangat berharap adanya tayangan yang berkualitas. KPI pun selalu mendorong stasiun televisi untuk mengedepankan kualitas. Meski begitu, KPI memahami bahwa iklan juga penting bagi stasiun televisi. 

"Mereka (stasiun televisi) juga terbentur untuk mendapatkan iklan, dan iklan itu tentu dari penonton terbanyak." KPI pun bertekad untuk memperbaiki kualitas tayangan konten di media penyiaran Indonesia. Upaya itu salah satunya diwujudkan dengan melakukan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Survei ini dilakukan oleh para ahli media yang berasal dari 12 perguruan tinggi di Indonesia.

Dengan begitu, KPI berharap indeks kualitas yang diberikan dapat meningkatkan kualitas tayangan di televisi. Upaya kedua yang dilakukan KPI adalah memperbanyak edukasi literasi digital di daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk mengudakasi masyarakat agar cerdas memilah dan memilih tayangan yang layak untuk mereka konsumsi.

Seharusnya Lembaga stasiun TV memiliki peran aktif dalam merancang sebuah acara yang menyajikan acara -- acara yang dapat mendidik dan menarik perhatian masyarakat, terukhusus untuk anak -- anak dan remaja. 

Contohnya seperti acara "Waktu Rehat" yang di siarkan di televisi "Disney Channel Asia". Acara tersebut bisa dibilang menarik dan mendidik, karena menyajikan lika -- liku masalah remaja di sekolah yang disajikan dengan menarik dan memiliki unsur komedi. Dari contoh tersebut seharusnya acara -- acara yang ditayangkan televisi Indonesia khususnya untuk para remaja memiliki nilai edukasi yang baik, bukan bukan disajikan acara -- acara yang berbau kekerasan baik verbal maupun fisik.

REFERENSI

http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/34736-upaya-kpi-agar-tayangan-televisi-berkualitas-dan-tak-terpaku-rating

https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/anak-nonton-film-kekerasan-psikopat/

https://lifestyle.okezone.com/read/2009/11/13/196/275412/dampak-buruk-tayangan-mistik-bagi-psikologi-anak

http://www.koran-jakarta.com/dampak-psikologis-sinetron-bagi-anak/

http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/34667-siaran-pers-kpi-pusat-keluarkan-edaran-tentang-pedoman-dan-batasan-penayangan-program-siaran-mistik-horor-dan-supranatural?detail3=5211

https://www.youtube.com/watch?v=XHnoOFTG08Q

https://www.youtube.com/watch?v=hQGbzu4cE7A

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun