Mohon tunggu...
Aisyah Safitri Hayati
Aisyah Safitri Hayati Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Instructor, Asesor and Writer

Aktif mengajar di SMKN 31 Jakarta, Instruktur dan asesor di LSP P2KPTK2 Jakarta Pusat- BNSP, Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ra Popo

13 Februari 2023   14:20 Diperbarui: 13 Februari 2023   14:27 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya Ikhlas mak, maafin Sobari Mak." Ahmad. Mendengar jawaban Ahmad ibunya hanya membalas senyum, pikirnya ia membenarkan apa yang dirasakan anak sulungnya itu.

            Malamnya Ahmad menemui Fikri. "Dek, kamu kenapa?"Ahmad. Fikri hanya diam tidak menjawab pertanyaan kakaknya."Apa yang kamu lihat dek di sekolah?". Ahmad kembali bertanya. Lalu Ahmad dengan cermat memandang wajah adik lelakinya itu, mata Fikri mulai mengandung air. Seperti ada sesuatu yang disebunyikan pada Fikri, tangisan Fikri akhirnya pecah, Ahmad merasakan baru kali ini ia melihat adik lelakinya menangis begitu pilu. Ia memeluk erat adiknya tersebut. "Dik, cerita sama kakak apa yang kamu rasain, jangan di pendam."Pungkas Ahmad.

            Fikri akhirnya memilih diam begitu lama, kakaknya dengan sabar menunggu ia bercerita. "Aku tahu kak setiap kali di sekolah teman-teman kakak mencaci maki kakak, menjahili kakak, dikunci di kamar mandi, dijeburin ke got sekolah, sepatu kakak dilempar di genteng, tas kakak diumpetin dan itu dilakukan oleh Sobari dan teman-temannya." Jelas Fikri

Ahmad hanya diam, "Aku bingung dengan kakak, kenapa hanya diam saja, bahkan kakak setelah dikerjain habis-habisan, kakak berlagak seperti tidak terjadi apa-apa." Fikri.

"Dek, kamu pernah dicuci kakinya sama emak pake air hangat di baskom?" Ahmad. Fikri menggeryitkan mata " Pernah" Jawab Fikri. Lantas emak selalu bilang apa ke kamu, "Ia selalu menasehatiku kak.."Fikri dengan nada menggantung."Apa itu?, pesan emak?" Tanya Ahmad.

"Kamu yang nurut sama kakakmu, dia sudah bekerja keras membantu ibu semenjak Bapak sakit." Fikri menirukan ucapan ibunya. Mendengar cerita fikri Ahmad tercengang, ia berpikir ternyata nasihat yang diselipkan ibunya berbeda. "Dek, tahu tidak nasihat apa yang kerap emak ucapkan ke kakak termasuk ketika kaki kakak di basuh oleh tangan emak?" Ahmad. "Tidak tahu" Fikri. "Beliau selalu menasihati kakak, Kamu yang sabar toh, Mad! Kadang hidup itu memang harus dipaksakan adakalanya kita ingin bicara tapi kita harus diam, adakalnya kita begitu sakit tapi kita harus memaafkan." Ahmad. "Terus?" Fikri. "Ya, kakak sedang menghadapi Sobari dengan apa yang dinasihatkan Emak ke kakak." Ahmad. Mendengar penjelasan kakaknya Fikri tersenyum dan memeluk kakaknya. "Kakak memang hebat!" Puji Fikri pada Ahmad.


{ { {

Setelah lima belas tahun kemudian, Ia kembali pada letak yang sebenarnya yaitu dikaki ibunya. Tanpa  kata ia memijat-mijat kaki ibuku yang ia rendam dalam baskom berisikan air hangat. Kulit kakinya kasar dan berkerak karena pecah-pecah. Meskipun usianya belum empat puluh tahun namun wajah ibunya sudah menampakan kekriputan di kantong mata. Terlebih akan terlihat sangat jelas jika sang ibu tersenyum.

"Kaki Emak memang sudah pecah-pecah semenjak Emak usia dua puluh tahun, semenjak Emak pindah ke Jakarta. Belum menikah dengan bapakmu!" Pungkasnya sambil tersenyum.

"Kata bapakmu sih, ibu kurang minum. Tapi kalau menurut Emak bukan kurang minum tapi tidak cocok dengan air di Jakarta!"

Ia tidak berkomentar hanya menorehkan senyum. Ceritanya sudah berulang kali didengar, setiap kali aku membasuh kedua kakinya. Ibunya selalu mengatakan hal yang sama. Ritual membasuh kaki ibunya memang sudah lama ia jalankan semenjak SD dulu, biasanya ia lakukan saat musim hujan atau aku ia melakukan ujian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun