Mohon tunggu...
Aisyah Putri Tsani
Aisyah Putri Tsani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris yang menyenangi karya sastra klasik dan senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lika-Liku Kaum Honorer di Negeri Penuh Ironi dan Paradox

24 Juni 2024   10:45 Diperbarui: 24 Juni 2024   11:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lika - Liku Kaum Honorer di Negeri Penuh Ironi dan Paradox

Profesi guru merupakan profesi yang mulia, katanya. Guru merupakan pondasi utama dari suatu negara yang dapat mempengaruhi kemajuan pendidikannya, salah satunya tentu saja Indonesia. Namun, bukan Indonesia namanya jika tidak dipenuhi dengan ironi dan paradox dalam setiap aspek kehidupan baik itu masyarakat ataupun pemerintahannya. Di Indonesia, selain menjadi profesi yang mulia, menjadi guru juga merupakan profesi berbahaya dan berisiko, terutama guru honorer. Ironis memang.

Maksud dari berbahaya dan berisiko di sini adalah seorang guru di Indonesia, terutama guru honorer, harus siap menjadi apa saja, kapan saja, dan di mana saja dalam menjadi "budak" sekolah atau Yayasan Pendidikan tempatnya bekerja. Menurut data dokumen Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan ASN Guru yang disampaikan Alex Denni, saat masih menjabat Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB, total tenaga honorer atau non-ASN mencapai 2.355.092 orang per 27 Maret 2023. 

Dari total tersebut, jumlah tenaga pendidik yang masih berstatus sebagai non-ASN mencapai 731.524 orang. Angka itu setara 31,06% dari total tenaga honorer di Indonesia pada periode tersebut. Biasanya guru honorer akan menjadi garda terdepan setiap ada event -- event penting di sekolah, terutama menjelang akhir semester. Guru di Indonesia didesain menjadi mahir administrasi, dalam kata lain mahir buat RPP, modul, dan tetek bengek administrasi pendidikan lainnya.

Mentalitas ini sudah berlangsung bertahun - tahun lamanya. Hal ini dapat terjadi karena sekolah atau Yayasan Pendidikan tempat mereka bekerja cenderung mengutamakan predikat akreditasi A sehingga para guru tersebut difokuskan untuk melakukan segala tetek bengek administrasi. Inilah yang menyebebkan mereka sangat sibuk di penghujung tahun ajaran. Padahal ada hal yang lebih penting, yaitu meningkatkan kompetensi kemampuan mengajar dari para guru tersebut. Apalagi ketika terjadi perubahan kurikulum, maka berubah lagilah semua sistem pengajaran yang telah berlaku, dan para guru pula yang terkena imbas, mereka harus belajar ulang.

Apakah semua hal itu wajar terjadi? Sebenarnya wajar -- wajar saja untuk terjadi bila jam kerja dibayar dengan sesuai. Namun kenyataannya di negeri yang penuh ironi dan paradox ini tidak berjalan semulus itu. Kenyataannya, guru honorer di negeri ini dibayar rata -- rata Rp200.000 -- Rp500.000 saja per bulan. 

Belum lagi di beberapa kasus ada yang hanya Rp50.000 per bulan. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Karena guru honorer hanya dilantik oleh kepala sekolah, sehingga gaji yang didapat pun hanya sebatas menyesuaikan dengan anggaran sekolah. Ditambah, gaji honorer dihitung per jam sesuai waktu mengajar dan tanpa tunjangan apa pun. 

Padahal, UMP Jawa Barat sendiri pada tahun 2024 adalah Rp2.057.495, sangat jauh dengan gaji guru honorer yang selama bertahun -- tahun tidak berubah. Akibatnya, banyak guru yang memiliki pekerjaan sampingan, seperti menjadi copy writer, mengajar les, dan content creator.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat 1 (a) menyatakan bahwa guru berhak atas penghasilan yang melebihi kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 15 ayat 1 menegaskan bahwa penghasilan ini termasuk gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan tambahan seperti tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan manfaat tambahan.

Tahun ke tahun hal ini tidak mengalami perubahan. Masih cukup sering terdengar berita atau informasi mengenai kehidupan seorang guru honorer yang tidak sejahtera, hingga tertahannya honor mereka yang tidak seberapa itu. 

Tentu saja, guru dapat memperoleh beberapa hak jika mereka memenuhi syarat tertentu, seperti halnya guru yang memiliki sertifikat pendidik atau guru yang diangkat oleh satuan pendidikan pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun