Wah, tidak terasa besok pagi kita memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025 (World Health Mental Day 2025), tepatnya tanggal 10 Oktober 2025. Hari bersejarah ini, tentu menjadi pengingat untuk kita semua, agar makin peduli dengan kesehatan mental.
Bagi teman-teman yang telah mengikuti saya di Kompasiana selama dua tahun ini, mungkin mengetahui. Saya sangat sering membahas mengenai masalah kesehatan mental, bullying, parenting, maupun pembahasan mengenai perempuan, ibu dan anak.
Hari ini, saya ingin mengajak semua merenung, apakah kamu sudah menjaga kesehatan mentalmu dengan baik?
Ajakan WHO Dukung Masyarakat Terdampak Darurat Kemanusiaan
Pada Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025 tahun ini, sesuai informasi laman resmi WHO (World Health Organization) mengangkat tema yang sangat menarik dan menginspirasi. Apakah itu? “Kesehatan Mental dalam Darurat Kemanusiaan”. Ya, kamu nggak salah dengar, kok.
Kita tak lagi bisa memungkiri, banyak sekali yang terjadi di dunia beberapa tahun belakangan ini. Mulai dari Covid-19 yang merenggut banyak nyawa orang di sekitar kita. Kemudian, terjadi banyak krisis, seperti bencana alam, konflik, dan kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang menyebabkan ketidakstabilan emosional seseorang, bahkan masyarakat secara luas.
Dengan kenyataan bahwa satu dari lima orang, mengalami masalah kesehatan mental, menurut WHO.
Di Indonesia salah satunya, kasus mengenai ambruknya gedung Pondok Pesantren yang mengakibatkan banyaknya santri mengalami luka parah, dan meninggal dunia. Apalagi, pada salah satu berita yang tayang di TV, saya melihat bagaimana perjuangan seorang anak yang terpaksa harus diamputasi tangannya oleh dokter secara langsung di dalam gelapnya bekas reruntuhan, demi menyelamatkan nyawanya sendiri.
Kita juga mengetahui, betapa menegangkannya konflik di beberapa negara belakangan ini. Membuat banyak korban harus kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, dan kehilangan keluarga. Semua itu, membuat mereka mengalami masalah kesehatan mental.
Mendorong muncul dan kuatnya perasaan takut, marah, atau sedih karena keadaan dan kenyataan pahit yang harus dialami. Perasaan itu tak bisa lagi diabaikan. Mereka yang tak mampu menahan tekanan emosional, akan mengalami stres dan depresi. Pahitnya peristiwa dalam kehidupan, membuat mereka mengalami trauma yang akan selalu diingat seumur hidup.
WHO mengajak kita untuk mendukung masyarakat terdampak darurat kemanusiaan. Mengajak kita semua untuk mendukung kesejahteraan mental semua orang yang mengalami krisis. Dengan cara, saling menguatkan, memberikan dukungan psikososial. Memberikan akses dan ruang untuk membantu mereka sembuh, pulih, serta membangun kembali kehidupan yang layak.
Dukungan yang dilakukan tidak hanya dari satu orang, tetapi melalui komunitas, dan organisasi baik swasta dan pemerintah. Bersatu untuk memberikan lingkungan yang sehat mental pada semua orang, tanpa memandang jabatan atau kesanggupan finansial. Mulai dari akses lingkungan sekitar, sekolah, sampai ke bagian paling tinggi dari tatanan masyarakat, yaitu pemerintah.
Memastikan terciptanya dunia yang menghargai dan melindungi kesehatan mental. Di mana semua orang dapat mengakses dengan mudah dukungan dan fasilitas untuk mendapatkan kesehatan mental, terutama saat sedang menghadapi kondisi yang sangat sulit.
Kita harus memastikan pelayanan kesehatan mental sudah mendapatkan dukungan yang inklusif. Mampu menjangkau semua orang, termasuk anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, pengungsi, pekerja sosial, dan semua orang yang sudah memiliki kondisi masalah kesehatan mental sebelumnya.
Mengatasi hambatan mengenai stigma, diskriminasi, biaya, dan bahasa. Sehingga, semua orang menjadi sehat mental tanpa hambatan.
Mulai dari Menjaga Kesehatan Mental Diri
Satu hal yang perlu kamu lakukan, sebelum menjaga kesehatan mental orang lain. Mulailah dari menjaga kesehatan mental diri sendiri. Ini kunci yang harus kamu selalu tanamkan pada diri sendiri. Sebab, tanpa jiwa yang sehat, kita tidak akan mampu menjaga banyak jiwa lainnya.
Terkadang, kepedulian itu membuat kita mengabaikan diri sendiri. Dan ini sangat tidak boleh terjadi! Jangan pernah mengabaikan diri sendiri …
Caranya sangat mudah, kok. Lakukan hal yang menyenangkan dan bermakna untuk diri, buat diri sendiri bahagia. Cari lingkungan yang positif, sama-sama mengerti tentang pentingnya kesehatan mental. Jangan pernah melakukan sesuatu yang membahayakan diri. Jangan biarkan segala perasaan negatif, dan tindakan negatifmu merusak jiwamu. Namun, biarkan kamu dipengaruhi segala hal positif.
Jika kamu merasa dikuasai kecemasan, ketakutan atau kesedihan yang berlebih, jangan malu untuk mendatangi tenaga kesehatan yang paham tentang kesehatan mental. Mereka akan membantumu lebih baik, dan pulih dari segala perasaan negatif.
Akan tetapi, kamu perlu mengingat, yang bisa membuatmu bahagia dan memiliki kesehatan mental bukan orang lain. Hanya diri kamu sendiri …
Saya tahu bangkit dari keterpurukan dan rasa luka itu tidak mudah. Hanya saja, daripada menyerah, bukankah lebih baik berusaha? Jika kamu sudah berhasil menjaga kesehatan mental diri, saya yakin, kamu mampu menggerakkan orang lain, dengan mendukung kesehatan mental banyak orang.
Saat satu orang menyerah kamu ubah menjadi bahagia, maka kamu telah menyelamatkan satu nyawa. Makin banyak orang yang bahagia, artinya banyak nyawa telah terselamatkan, berkatmu.
Untuk menyelamatkan banyak nyawa, cukup dengan menyebarkan virus kebahagiaan, melalui pemikiran positif, dan tindakan positif. Virus kebahagiaan yang kamu bawa, akan menularkan kebahagiaan pada banyak orang di sekitarmu. Jadi, yuk mulai menjaga kesehatan mentalmu hari ini dan selamanya!
Selamat Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI