Sayangnya, saya hanya melihat sedikit satwa primata di sana. Seolah menjadi pertanda, orangutan dan sejenisnya kian punah, terancam keberadaannya sekarang. Kesempatan itu, akan selalu ada dalam kepala, menjadi kenangan yang begitu menyenangkan, dan sangat langka untuk terus diingat.
Kisah Pilu Kehidupan Orangutan Tapanuli di Ujung Kepunahan
Satu tahun lalu, tepatnya Agustus 2024, menurut berita resmi Mongabay Indonesia (19/09/2024), anak orangutan tapanuli ditemukan mati. Sudah tak bernyawa di area proyek Pembangkit Tenaga Listrik Air (PLTA) Batang Toru pada tanggal 4 Agustus 2024. Berita itu meninggalkan duka terdalam bagi masyarakat sekitar dan para peneliti yang sedang memperjuangkan kehidupan untuk orangutan tapanuli.
Kondisinya tragis, ditemukan dengan tubuh sangat kurus, tanpa induk. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat, BKSDA Sumut, dan tim medis berakhir sia-sia. Anak orangutan yang diduga berusia setahun itu, dinyatakan mati dan tidak dapat terselamatkan lagi oleh tim medis.
Saat saya mencoba mencari informasi mengenai penyebab kematiannya, sampai saat ini belum ada informasi yang jelas. Terakhir diinformasikan, dalam pemeriksaan laboratorium di Bogor, dan penyebabnya belum diketahui. Ini menjadi misteri yang membuat kita terus bertanya, apa penyebab kematiannya?
Bapak Faisal, seorang Koordinator Forum Masyarakat Pegiat Konservasi Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), mengatakan bahwa proyek PLTA di Batang Toru tersebut sangat berdampak pada kehidupan satwa liar di sekitarnya. Bahkan, masyarakat mulai kekurangan air karenanya, diutamakan untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik.
Padahal setelah sekian lama, orangutan tapanuli baru ditemukan kembali. Menurut informasi Mongabay Indonesia (03/02/2025) yang mengutip berita The Conversation, orangutan tapanuli ditemukan pertama kali di Batang Toru pada 1939. Menyedihkannya, orangutan itu tidak ditemukan kembali, hingga 1997, dan dikonfirmasi kembali pada 2003. Kemudian, spesies orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) dipisahkan dari orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), dan orangutan sumatera (Pongo abelii) sejak tahun 2017.
Penemuan yang menyayat hati terjadi lagi, pada 13 Desember 2024, satu individu orangutan tapanuli berada di wilayah Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Orangutan itu ditemukan oleh Herman, seorang warga Bulu Mario dalam kondisi mata kanan buta, seperti bekas terkena peluru senapan angin. Sedangkan ia masih harus merawat anaknya yang masih sangat kecil.
Hutan Batang Toru, tidak lagi aman untuk orangutan tapanuli. Banyaknya konflik dengan masyarakat yang menganggap orangutan mengganggu. Habitat yang terus berkurang disebabkan pembangunan proyek besar dan perluasan lahan perkebunan, membuat orangutan tapanuli sangat terancam di wilayahnya sendiri.
Ancaman kepunahan orangutan tapanuli begitu nyata, bukan hanya sebuah data. Dua kisah yang saya ceritakan, mungkin hanya sebagian kecil dari kehidupan orangutan tapanuli yang makin terancam. Mereka makin menghilang, memudar, dan berada di ujung kepunahan.
Orangutan tapanuli telah dinyatakan sebagai satwa liar yang kritis, dalam ambang kepunahan di alam liar, berdasarkan The International Union for Conservation of Nature (IUCN). Kisah pilu mereka, membuat saya merasa ikut sedih dan berduka. Bagaimana seorang satwa tidak dapat hidup aman di alamnya sendiri?