Bu Dini:
Tidak. Saya bekerja dengan kesadaran penuh dalam ruang lingkup saya sebagai pendidik.
Saya akan terus menanamkan nilai disiplin dan tanggung jawab, meski di lingkup yang lebih kecil. Karena dua hal itulah yang jadi kunci kesuksesan seorang anak, bukan nilai akademik semata.
Aku:
Pertanyaan terakhir, Bu. Ibu sekarang dipolisikan. Andaikan hanya andaikan Ibu benar-benar sampai masuk penjara, apa yang ingin Ibu sampaikan?
Bu Dini:
(hening sejenak, lalu berbicara pelan tapi tegas)
Hidup ini titah dari Allah. Apa pun yang terjadi, harus dijalani dengan lapang dada.
Selama kita memegang amanah dan berusaha memberi yang terbaik, itu sudah cukup. Pengabdian tidak selalu butuh panggung, kadang justru diuji dalam kesunyian.
Aku:
Kalau begitu, apa pesan Ibu untuk murid-murid yang dulu Ibu didik?
Bu Dini:
(mata berkaca-kaca)
Anak-anakku... kalian semua sangat Ibu sayangi. Kalau Ibu pernah marah, cerewet, atau bahkan mencubit, itu bukan karena benci.
Ibu hanya ingin kalian sadar bahwa hidup bukan untuk disia-siakan. Ibu ingin suatu hari nanti kalian bisa tersenyum bangga di hadapan orang tua kalian. Dan kalau hari itu tiba, percayalah... Ibu akan tersenyum paling bahagia di dunia.
Seketika, suasana hening. Bayangan Bu Dini perlahan memudar dari pandanganku, meninggalkan aroma keteguhan dan ketulusan yang sulit dijelaskan.
Aku termenung. Mungkin benar, di tengah dunia pendidikan yang mulai kabur batas antara benar dan salah, kita butuh lebih banyak sosok seperti Bu Dini yang berani tegas karena cinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI