Suasana mencekam berlangsung kurang lebih sejam sebelum akhirnya polisi datang. Sempat terjadi perlawanan antara polisi dan perampok bahkan adu tembak, namun perampok berhasil dibekuk polisi dan saat ini sudah dibawa ke kantor polisi terdekat untuk tindak lanjut.Â
Akibat kejadian tersebut, lima orang luka ringan dan satu orang tewas. Korban meninggal merupakan pegawai bank yang berusaha menyelamatkan pengunjung yang sempat disandra. Korban bernama Embun Aksatama, merupakan pelapor dan orang yang berhasil menghubungi kepolisian.
Aku merinding membaca berita itu. Lokasi kejadian tidak jauh dari kafe dan siang tadi aku memang mendengar sirine polisi. Aku tidak terpikir jika mobil bersirine keras itu dalam perjalanan penyelamatan, kukira hanya patroli biasa.Â
Aku kembali terfokus pada layar handphone. Ada seorang teman yang membagikan profil korban tewas alias pegawai bank itu. Foto dan biodata pegawai itu nampak jelas, sangat jelas hingga membuatku hampir tidak percaya. Aku segera memalingkan kepalaku pada Senja lagi. Dia masih mematung memegang handphone. Matanya yang redup perlahan menatapku. Aku tak kuasa memandangnya.
"Pulang yuk ...." lirihnya seraya tersenyum getir. Aku hanya mengangguk dan segera memesan taksi online.
Aku dan Senja dalam perjalanan pulang saat ini. Di tengah langit jingga dan matahari yang mulai temaram yang nampak dari kaca jendela, tak ada sepatah kata pun terucap di antara kami. Sementara otakku kembali mengingat foto pegawai bank itu. Embun Aksatama, laki-laki pemberi payung biru tua.
Aku hanya mampu menghela napasku yang terasa berat. Senja masih terus membisu.
Jatuh cinta bisa terjadi dalam sekejap mata, namun luka butuh waktu untuk sembuh. Tanganku perlahan bergerak untuk menggenggam erat tangan Senja, mencoba memberi semangat.
Kita akan sembuhkan luka ini bersama.Â