Mohon tunggu...
Sisilia DwiPuspita
Sisilia DwiPuspita Mohon Tunggu... Lainnya - Writing is the painting of the voice. -Anonim

Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ibu Kota Pindah: Berkah atau Bencana bagi Pesisir Kalimantan Timur?

24 April 2020   22:16 Diperbarui: 24 April 2020   22:31 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia berpotensi menjadi pusat pertumbuhan gravitasi ekonomi maritim dan statusnya dinaikkan sebagai hubport internasional terbesar yang ada di Indonesia.

Selain itu, apabila wacana membuka terusan Palu jadi dilakukan oleh pemerintah yang menghubungkan Selat Makasar dan Teluk Tomini dapat mengakselerasikan ekonomi Indonesia Tengah dan Timur untuk menjadi sektor strategis dan melanjutkan visi pemerintah sebagai poros maritim utama.

Daerah Pesisir Tergusur?

Pemindahan ibu kota baru harus memiliki kajian yang lebih mendalam terhadap dampak sosial, ekonomi, lingkungan dan kesehatan masyarakat. Jangan sampai pemindahan ibukota baru malah menimbulkan masalah baru. Pasalnya, lokasi pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur juga terdiri dari kawasan pesisir yang nantinya akan terdampak akibat pembangunan ibu kota.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) setidaknya terdapat lebih dari 10 ribu orang yang berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan keberlangsungan hidupnya. Pemindahan ibu kota tentu akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian para nelayan apabila rencana pembangunan ibu kota baru tidak memerhatikan  ekosistem di daerah pesisir tersebut.

Pembangunan ibu kota baru juga berpotensi untuk pengembangan ekowisata di kawasan pesisir. Apabila pemerintah melakukan eksploitasi kawasan pesisir untuk kepentingan wisata tentunya permasalahan baru akan muncul mulai dari pencemaran perairan hingga hilangnya tempat tinggal para nelayan di sekitar pesisir.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), kita dapat belajar dari kasus hilangnya nafkah dan tempat tinggal bagi 109 Kepala Keluarga di Gili Sunut, Lombok Timur hanya karena wilayah mereka mau dibuat area pariwisata.

Selain itu, pengelolaan pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir di Kalimantan Timur belum memiliki payung hukum pengelolaannya. Hal tersebut sangat berisiko apabila dimanfaatkan oleh oknum tertentu dalam pembangunan tanpa memerhatikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kalimantan Timur memiliki potensi yang bervariasi dan terdapat banyak keanekaragaman hayati yang memiliki peran dan funsgi sosio-ekologi bagi masyarakat dan sekitarnya.

Rencana pembangunan ibu kota baru juga berada pada kawasan mangrove yang diusulkan dan direkomendasikan menjadi kawasan konservasi. Hingga sekarang proses konservasi masih berlangsung. Apabila pembangunan dan aktivitas --aktivitas pada kawasan tersebut nantinya akan megakibatkan perusakan lingkungan terhadap kawasan mangrove maka upaya konservasi yang dilakukan sejak 2011 itu akan sia-sia.

Sehingga, membangun dan menata kembali ibukota memerlukan kajian yang mendalam, konsep yang matang dan visi jangka panjang, karena aspek simbolisasi ibukota dapat merefleksikan identitas suatu negara. Sehingga, jangan sampai pemindahan ibukota negara hanya memindahkan tempat dan bahkan memunculkan masalah baru di kemudian harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun