Mohon tunggu...
Lukas Benevides
Lukas Benevides Mohon Tunggu... Dosen - Pengiat Filsafat

Saya, Lukas Benevides, lahir di Mantane pada 1990. Saya menamatkan Sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Juni 2016. Pada Agustus 2017-Juni 2018 saya kembali mengambil Program Bakaloreat Teologi di Kampus yang sama. Sejak Januari 2019 saya mengajar di Pra-Novisiat Claret Kupang, NTT. Selain itu, saya aktif menulis di harian lokal seperti Pos Kupang, Victory News, dan Flores Pos

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paslon Pebisnis

25 September 2020   05:59 Diperbarui: 25 September 2020   06:05 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Data objektif dari penelitian tersebut akan membantu pejabat publik dalam membaca dan memetakan kebutuhan masyarakat. Konstruksi kebijakan berbasis data ini yang akan membantu pejabat publik untuk mencapai sasaran pemeritahannya.

Prinsip di atas membedakan pejabat publik dari pebisnis. Pebisnis tidak memedulikan kebutuhan pelanggan. Pebisnis malah menciptakan kebutuhan konsumen melalui sandiwara iklan. Mode iklan adalah simulasi hipereal: membangun citra yang berpretensi merepresentasi realitas sehingga efektif untuk meluluhkan konsumen.

"Modus opperandi" iklan sangat efektif dalam mengambil hati orang. Banyak politisi mengadopsi dan mengaplikasikan secara paksa pola kerja iklan di dalam kontestasi politik. Sasaran mereka adalah menguasai afeksi, bukan akal konstituen dengan dagangan-dagangan yang bombastis, tetapi tidak sehat. Taktik kotor seperti ini biasanya dimainkan oleh politisi populis, Paslon pebisnis yang sempit wawasan dan miskin keterampilan.

Mengekspansi mode kerja pebisnis domain politik tidak hanya amoral, tetapi juga semakin menciptakan ketidakadilan sistemik. Berpolitik bukan iklanisasi produk-produk. Rasionalitas politisi seharusnya kritis dan berbelarasa dengan warga, tidak manipulatif. Palson Pilkada kita tahun ini seperti pentolan "post-truth-ers".

"Post-truth-ers" tidak peduli dengan anjuran rasional dan objektif (McYntire, 2018; Uno 2017 no 27). Mereka tidak henti mengoceh afeksi warga untuk memenangkan pertarungan, apapun bayarannya. Perintah Kemendagri untuk para Paslon mengindakan protokol kesehatan dengan tidak mengarahkan perarakan dalam jumlah besar sama sekali tidak dihiraukan.

Bila masyarakat ingin memperbaiki nasib, membangun NTT, Paslon yang berjiwa "post-truth" harus ditepikan. Paslon yang mengejar jabatan publik hanya dengan modal agama dan suku, tetapi tidak berintegritas, dihapuskan dari opsi pilihan. 

Jabatan publik bukan rekreasi karena mengurusi banyak kepentingan. Karena itu, Paslon yang tidak berkompetensi teknis, etis, dan mampu memimpin ditendang dari sayembara Pilkada 2020.

(Artikel ini sudah dipublikasikan media Pos Kupang di Kolom Opini pada Selasa, 22 September 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun