Isunya bukan lagi sekadar flexing. Yang tampak adalah kekerasan negara, dan itu menyulut eskalasi bernuansa revolusi.
Kemarahan meledak. Pada 9 September, massa membakar gedung-gedung pemerintah (Hindustan Times, 2025).
Mahkamah Agung diserang, kediaman presiden ikut terbakar, parlemen pun dilalap api. Pembakaran itu melambangkan runtuhnya kepercayaan pada institusi.
Tekanan publik kian tak tertahankan. KP Sharma Oli akhirnya mengundurkan diri. Ia mencari perlindungan dan berlindung di barak militer.
Untuk menstabilkan keadaan, Sushila Karki diangkat sebagai perdana menteri interim pada 12 September 2025. Ia adalah mantan ketua Mahkamah Agung.
Kepergian Oli menyisakan ironi. Ia kerap mengaku mewakili kelas tertindas (India Today, 2025).
Latar belakangnya Marxisme-Leninisme, dan ia pernah dipenjara 14 tahun. Tetapi pemerintahannya dipenuhi kontroversi dan persepsi impunitas elite.
Pada 2020 dan 2021, ia membubarkan parlemen dua kali, langkah yang kemudian dianulir Mahkamah Agung sebagai inkonstitusional (Al Jazeera, 2021).
Ia membentuk lembaga investigasi yang dipandang berada di bawah kontrolnya, memantik tuduhan penggunaan aparatus negara untuk menekan lawan politik.
Ada pula upayanya mengubah sistem tanah komunal melalui RUU Guthi, yang memicu perlawanan dari komunitas adat.
Dalam kacamata publik, kebijakan-kebijakan itu menggerogoti kepercayaan. Kerusuhan 2025 menjadi puncaknya.