Rendahnya literasi keamanan menambah risiko. Banyak pelaku UMKM belum paham pola penipuan digital.
Keterbatasan infrastruktur juga menghambat. Koneksi internet di daerah kerap tidak stabil.
Pembaruan sistem sering diabaikan. Akses jaringan pun tidak merata. Akibatnya, banyak UMKM belum bisa mengadopsi solusi cloud yang menjadi standar perusahaan besar.
Dampak serangan siber bisa sangat berat. Ransomware adalah ancaman yang paling terasa.
Begitu sistem terenkripsi, operasional langsung lumpuh. Data penting tidak bisa diakses.
Pilihannya pahit. Membayar tebusan yang besar, atau kehilangan semua data. UGM menegaskan ransomware termasuk lima risiko terbesar saat ini, bersama phishing dan malware (Kompas, 2023).
Ada pula dampak kepercayaan. Jika data pelanggan bocor, reputasi runtuh. Mengembalikan kepercayaan itu sulit.
UMKM jarang punya sumber daya untuk pemulihan citra dalam jangka panjang.
Pemerintah sudah melihat persoalan ini. Dirjen Aptika Hokky Situngkir menekankan bahwa transformasi digital harus disertai penguatan keamanan yang nyata, berikut pemahaman yang memadai.
Tanpa itu, kerugiannya bisa besar sekali. Pemerintah memang menggelar lokakarya kesadaran, tetapi jangkauannya masih terbatas pada sebagian pelaku (Tempo, 2024).
Jadi, strateginya perlu berlapis dan solid. Lapisan pertama adalah manusia. Latih karyawan agar peka terhadap penipuan dan rekayasa sosial (Palo Alto Networks, 2025).