Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPU dan Dilema Transparansi Dokumen Calon Presiden

9 Oktober 2025   23:00 Diperbarui: 1 Oktober 2025   23:42 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPU RI Afifuddin bersama jajaran saat konpers pembatalan keputusan 731/2025 di Kantor KPU RI, Selasa (16/9/2025).(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)

Demokrasi itu hidup dari keterbukaan. Ukurannya sederhana. Seberapa transparan proses pengisian jabatan publik.

Di titik ini KPU sedang diuji. Mereka menerbitkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025. Dan keputusan itu langsung jadi kontroversi karena membatasi akses publik.

Dokumen calon presiden dan wakil presiden dimasukkan ke kategori dikecualikan. Tak heran, kritik datang bertubi-tubi.

Ini bukan soal administrasi belaka. Tarik ulurnya menyentuh hal yang paling mendasar: hak publik berhadapan dengan rahasia pribadi.

Ketika dokumen penting dikecualikan, publik wajar merasa gerah. Yang dimaksud antara lain ijazah dan LHKPN. 

Informasi seperti ini dipakai masyarakat untuk mengawasi. Pemilih berhak mengenal kandidat secara utuh. Menutup akses berarti menggerus hak itu.

KPU menyebut ada landasan hukum. Rujukannya UU KIP yang memang mengatur pengecualian informasi publik bila sifatnya rahasia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bila dibuka.

KPU mengklaim sudah melakukan uji konsekuensi dan mencoba menyeimbangkan hak publik dengan perlindungan data sensitif. Argumen ini, kata para pakar, tidak tepat.

Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk FOINI, melayangkan sanggahan keras. Mereka menilai keputusan KPU cacat logika dan bertentangan dengan hukum.

Langkah korektif KPU pun dinilai reaktif, muncul setelah protes publik meluas. Bahkan pembatalannya disebut bukan inisiatif KPU sendiri menurut FOINI dan PWYP Indonesia.

Intinya, budaya keterbukaan di internal KPU masih lemah. Padahal UU KIP menegaskan bahwa pengecualian harus ketat dan terbatas.

Tekanan publik yang besar memaksa respons cepat. Kurang dari 24 jam, keputusan itu dibatalkan secara resmi melalui Keputusan KPU Nomor 805 Tahun 2025 yang tercatat di JDIH KPU.

Ketua KPU, M. Afifuddin, menyatakan mereka mempertimbangkan masukan banyak pihak. Baik begitu, kejadian ini tetap layak jadi bahan refleksi.

Para ahli hukum dan pegiat pemilu seirama suaranya. Dokumen para calon pejabat publik bukanlah data warga biasa.

Titi Anggraini, dosen FH UI, menilai keputusan KPU keliru dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Publik berhak mengakses dokumen pencalonan sebagai mekanisme kontrol. Soal perlindungan data pribadi, Titi menawarkan jalan tengah: selective disclosure.

Data yang sensitif bisa dikaburkan, bukan ditutup total.

Kritik serupa datang dari Muhammad Saleh dari Celios. Menurutnya, prinsip dasarnya harus terbuka.

Semua dokumen calon pejabat publik pada dasarnya dapat diakses, sementara pengaturannya ada pada prosedur dan tahapan. Ia melihat KPU membalik logika keterbukaan.

Kalau tak siap transparan, jangan maju ke jabatan publik. Jangan ikut kontestasi.

Di sisi lain, kecepatan KPU meralat keputusan patut diapresiasi sebagai tanda responsivitas dan akuntabilitas.

Namun fakta bahwa kebijakan anti transparansi sempat terbit tidak bisa diabaikan. Ke depan perlu ada audit transparansi.

Proses uji konsekuensi wajib dibenahi agar benar fungsinya. Yakni melindungi kepentingan publik yang lebih besar, bukan menjadi alat untuk menutup informasi.

Polemik ini momen penting bagi penyelenggara pemilu. Transparansi harus jadi budaya, bukan sekadar respons terhadap tekanan massa.

Ia perlu menjadi standar di setiap pengambilan keputusan. Dengan begitu, integritas pemilu terjaga dan legitimasi publik tetap kuat.

***

Referensi:

  • Center of Economic and Law Studies (Celios). (t.t.). Muhammad Saleh, peneliti hukum.
  • Freedom of Information Network Indonesia (FOINI). (t.t.). Pernyataan resmi FOINI mengenai pembatalan KepKPU 731/2025 [Dikutip dari PWYP Indonesia].
  • Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  • Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (2025). Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan Komisi Pemilihan Umum. JDIH KPU.
  • Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (2025). Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 805 Tahun 2025 tentang Pencabutan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 731 Tahun 2025. JDIH KPU.
  • Titi Anggraini. (t.t.). Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun