Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Taktik Susu Murah: Bagaimana Ibu-ibu SIP Mengawali Reformasi?

9 Oktober 2025   13:00 Diperbarui: 1 Oktober 2025   22:48 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu-ibu berdemo. (KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY)

Respons publik meledak. Kantor Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) didatangi orang-orang yang berebut susu murah.

Wajar, harga susu sedang tak masuk akal. Kerumunan itu menarik wajah-wajah baru: aktivis, intelektual, orang yang sebelumnya mungkin hanya mengeluh di rumah.

Isu dapur berubah menjadi isu politik. Untuk sebuah langkah pembuka, ini cerdas sekali.

Tak lama setelah bazar, aksi jalanan dimulai. Pagi 23 Februari 1998, mereka berdiri di Bundaran HI, Jakarta (Jurnal Perempuan).

Lokasi sengaja dipilih yang strategis. Busana pun diperhitungkan: rapi seperti pegawai kantor, agar mudah berbaur dan memantik simpati para pekerja. Juga untuk mengecoh aparat.

Aksi hanya sekitar 30 menit, singkat, padat, dan tepat sasaran. Dampaknya jauh lebih panjang: opini publik bergetar.

Banyak yang menyebut ini demonstrasi publik terorganisir pertama yang secara terbuka menantang Orde Baru pada 1998 (Historia.ID, 2018).

Aparat jelas kelabakan. Isu “dapur” sulit dipukul tanpa terlihat kejam. Tiga penggagas aksi akhirnya ditangkap: Gadis Arivia, Karlina Leksono-Supelli, dan Wilasih (Tempo, 2025).

Mereka digiring ke truk dan dituduh “ditunggangi oposisi”. Ironisnya, penangkapan itu justru menegaskan pesan utama: perempuan berani menggugat kuasa.

Proses hukum pun mereka jalani, lengkap dengan tuduhan subversif. Namun tindakan SIP sudah telanjur menjadi titik balik.

Aksi ini mendahului gelombang mahasiswa yang memuncak pada Mei 1998. Publik perlahan melihat, tirani bukan tak mungkin dilawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun