Salah satu tantangan terbesar adalah waktu. Solusi dari alam bekerja lewat proses biologis, jadi tidak bisa instan.
Menanam bakau tidak langsung memecahkan masalah hari ini. Butuh tahun-tahun hingga perakaran kuat dan kerapatan pohon memadai.
Bandingkan dengan beton yang memberikan perlindungan segera setelah proyek selesai. Bagi komunitas yang hidup di bawah ancaman bencana, kecepatan sering jadi penentu. Faktor ini tidak boleh diabaikan.
Tantangan lainnya adalah kebutuhan lahan. Program NbS dalam skala besar memerlukan ruang.
Taman kota butuh area luas. Koridor hijau juga makan tempat. Di kota yang sudah padat, lahan mahal dan pengadaannya bisa jadi urusan pelik.
Meski begitu, ada juga yang berhasil bermanuver. Medelln di Kolombia, lewat proyek Green Corridors, mengubah ruas jalan menjadi koridor teduh yang nyaman (The Nature of Cities, 2021).
Artinya tantangan bisa diatasi, asal ada kemauan politik yang kuat dan perencanaan yang sangat hati-hati. Tanpa itu, proyek bisa memicu konflik sosial, apalagi jika menyangkut relokasi warga.
Ada satu hal lagi yang sering terlewat. Bahwa alam sendiri rentan. Ekosistem yang sudah dibangun tetap bisa terganggu oleh hama, penyakit, atau dampak perubahan iklim seperti kekeringan panjang.
Karena itu, NbS memerlukan komitmen perawatan jangka panjang. Inilah biaya tersembunyi yang kerap tidak terlihat di awal. Bank Dunia bahkan menekankan hal ini.
Investasi awal NbS bisa saja lebih rendah. Tetapi manfaat terbesarnya muncul dalam jangka panjang. Termasuk peningkatan kualitas udara dan air bersih (World Bank Blogs, 2022).
Kalau begitu, cara pandang kita juga perlu bergeser. Bukan hanya soal membangun, tetapi merawat.