Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedah Posisi Kdi dalam Birokrasi Jawa Kuno

28 September 2025   09:00 Diperbarui: 25 September 2025   12:38 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (via News.Okezone.com)

Sejarah Nusantara kuno penuh teka-teki. Salah satunya menyangkut posisi kaum transpuan. Dulu mereka dikenal sebagai kdi. Peran mereka bukan rumor, tapi tercatat dalam sejarah. Mereka hadir di struktur kerajaan kuno (Tirto.id, 2023).

Petunjuknya berserak di banyak prasasti. Ada yang dipahat di batu, ada juga di lempeng tembaga. Nama kdi muncul di sana, berdampingan dengan jabatan resmi.

Mereka termasuk abdi dalem, berada dalam kelompok mangilala drawya haji. Ini bukan sekadar gelar. Mereka pekerja profesional yang hidup dari gaji raja, bahkan menerima anugerah kerajaan (Jurnal Amerta, BRIN).

Dari sini, pertanyaan baru bermunculan. Mengapa raja mempekerjakan kdi dan menggaji mereka dari kas kerajaan?

Salah satu tafsir yang sering dipakai peneliti mengarah ke konsep spiritual dan cara kekuasaan dipahami saat itu. Kehadiran kdi di istana dianggap penting karena diduga membawa kekuatan sosio-magis yang menyokong kesakralan raja (Jurnal Amerta, BRIN).

Pada masa Hindu-Buddha, raja dipandang sebagai dewa di bumi. Titisan ilahi. Kita mengenalnya sebagai konsep dewaraja (Kompas, 2023).

Dalam kerangka itu, penguasa ideal merangkul seluruh unsur semesta, termasuk elemen yang dipandang berbeda. Sosok kdi dipahami sebagai bagian yang menggenapi figur raja. Kehadiran mereka menegaskan citra raja sebagai penguasa jagat.

Tapi apakah itu satu-satunya bacaan? Belum tentu. Bisa jadi ada penjelasan yang lebih membumi. Kita juga perlu waspada agar tidak memaksakan kacamata masa kini pada masyarakat lampau.

Istilah kdi sendiri mungkin bermakna lebih luas daripada padanan "transpuan" hari ini. Mengunci peran mereka hanya pada hal-hal magis bisa menyesatkan dan menutup peluang tafsir lain yang lebih praktis.

Coba geser sudut pandang ke ranah politik. Kehadiran kdi di istana dapat dibaca sebagai pernyataan kuasa. Pesan yang terang: raja berdaulat mampu merangkul semua kelompok dalam masyarakat, termasuk mereka yang dianggap tidak biasa (Historia.id).

Caranya bukan sekadar simbolik. Raja memberi posisi resmi, menyediakan sumber penghidupan, dan memasukkan mereka ke dalam jejaring kontrol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun