Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedah Posisi Kdi dalam Birokrasi Jawa Kuno

28 September 2025   09:00 Diperbarui: 25 September 2025   12:38 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (via News.Okezone.com)

Dengan begitu, kelompok ini tidak terdorong ke pinggir. Strategi ini masuk akal sebagai penyangga stabilitas sosial, sekaligus membangun citra pemimpin yang adil dan murah hati.

Ada kemungkinan lain yang sama kuat. Para kdi memiliki keahlian yang memang diperlukan keraton. Prasasti menyebut kdi berdampingan dengan profesi lain, misalnya tabib atau dukun. Ini menempatkan mereka sebagai kalangan profesional (Jurnal Amerta, BRIN).

Banyak dari keterampilan itu bersentuhan dengan seni dan ritual. Mereka bisa menjadi penari, penyanyi, atau perias untuk upacara keagamaan dan istana (Indoprogress, 2024).

Jika hipotesis ini tepat, maka dimensi magis lebih sebagai efek samping. Nilai tambah dari kontribusi nyata mereka dalam kehidupan keraton.

Kita juga patut menantang satu asumsi lama, yaitu bahwa kdi dipandang tidak sempurna. Di banyak kebudayaan kuno, individu yang berada di antara dua kategori gender sering dianggap istimewa. Bahkan keramat, bahkan suci (Indoprogress, 2024).

Mereka bukan dilihat sebagai kekurangan, melainkan sebagai sosok yang punya akses khusus ke ranah spiritual. Tidak mustahil mereka dihormati sebagai penasihat, pemimpin upacara, atau mediator antara manusia dan dewa.

Peran yang jelas lebih besar daripada sekadar pelengkap visual bagi raja.

Ada satu hal yang bisa kita pegang teguh. Fakta historisnya kuat: kdi memang ada dan berstatus pegawai kerajaan resmi (Jurnal Amerta, BRIN).

Hubungan mereka dengan konsep dewaraja serta fungsi spiritual adalah tafsiran. Tafsiran itu kokoh dan masuk akal, tetapi tetap sebuah interpretasi. Kisah kdi mengingatkan kita pada satu gambaran besar.

Masyarakat Jawa Kuno itu kompleks, cerdas mengelola perbedaan, dan pada banyak hal tampak terbuka. Mereka menata keberagaman manusia dalam kehidupan sehari-hari, bukan menyingkirkannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun