Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Algoritma dan Budaya Politik Menyuburkan Buzzer

24 September 2025   15:00 Diperbarui: 20 September 2025   17:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media sosial. (Freepik via Kompas.com)

Banyak orang kesulitan menyaring informasi. Sehingga rentan terhadap provokasi dan disinformasi.

Krisis kepercayaan publik memperburuk keadaan. Sementara politik identitas ikut menajamkan tepi-tepinya. Buzzer mencerminkan kegagalan komunikasi politik.

Di luar itu, masalahnya juga sistemik. Menempel pada desain platform media sosial.

Algoritma dibuat untuk memaksimalkan interaksi. Menahan pengguna tetap berada di dalam aplikasi.

Dampaknya, konten yang emosional, sensasional, dan provokatif cenderung diutamakan karena paling banyak memicu respons. Konten buzzer jadi mudah melesat. Bukan semata karena kerja mereka. Tapi juga dorongan mesin algoritma yang memang bias pada sensasi (CSIS, 2022).

Ekosistemnya kompleks. Ada uang, ada ideologi, ada kelemahan sistem, plus eksploitasi kemajuan teknologi yang tak selalu diimbangi daya tangkal masyarakat.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun