Yang paling penting adalah komunikasi terbuka. Lebih penting daripada komposisi bekal itu sendiri.
Ada cerita populer tentang ibu yang "berbicara" pada anak lewat bekal. Mengharukan, ya. Tapi bisa juga menjadi tanda persoalan komunikasi yang lebih dalam.
Makanan sebaiknya mendampingi obrolan hangat, bukan menggantikan pertemuan tatap muka (Verywell Family, 2023).
Melihat bekal sebagai tabungan kenangan tentu tidak salah. Hanya saja, kita perlu memandangnya lebih utuh dan seimbang.
Bekal rumahan itu istimewa, tetapi tidak semua keluarga punya kemewahan waktu dan sumber daya.
Kesempurnaan isi kotak makan mungkin bukan inti persoalan. Kualitas waktu bersama justru jauh lebih berharga. Misalnya makan malam sambil berbagi cerita.
Dari sana, kenangan yang membekas di hati anak tumbuh pelan-pelan, dan bertahan lama.
***
Referensi:
- Gordon, S. (2023, Mei 5). The importance of family mealtimes. Verywell Family. https://www.verywellfamily.com/the-importance-of-family-meals-620190
- Moyer, M. W. (2019, September 27). What is 'lunch shaming' and how can you stop it?. The New York Times. https://www.nytimes.com/2019/09/27/parenting/school-lunch-shaming.html
- Spinks-Franklin, A. (2019, Agustus 19). Is packing school lunch worth the effort?. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/thinking-about-kids/201908/is-packing-school-lunch-worth-the-effort
- Wong, B. (2016, Agustus 1). The lunch-packing struggle is very, very real for parents. HuffPost. https://www.huffpost.com/entry/school-lunch-stress_n_57a09980e4b0693164c243a0
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI