Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Di Balik Impian Wirausaha Gen Z, Ada Cerita Keterpaksaan

23 September 2025   19:00 Diperbarui: 18 September 2025   22:15 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak muda berwirausaha. (DOK. DIREKTORAT PSMA KEMENDIKBUD via Kompas.com)

Minat berwirausaha bisa jadi lebih kuat di kalangan perkotaan dari keluarga menengah atas yang punya privilese tertentu. Mereka punya akses modal, pendidikan yang lebih baik, jaringan yang luas, internet yang stabil.

Di sisi lain, Gen Z di desa atau dari keluarga berpenghasilan rendah bisa jadi punya cerita berbeda. Fokus mereka lebih ke pekerjaan apa pun yang tersedia saat ini, bukan sibuk mengutak-atik ide bisnis. Jadi wajar kalau fenomena ini tidak merata.

Gambaran dunia wirausaha di media sosial juga sering terlalu manis. Influencer sukses menampilkan cuplikan terbaik.

Uang berlimpah, liburan kapan saja, jadi bos bagi diri sendiri. Menggoda, jelas. Masalahnya, itu hanya bagian puncak. Yang tidak ikut tampil adalah begadang, stres, jatuh bangun, sampai berutang.

Kenyataannya, banyak perintis usaha bekerja lebih keras dengan jam kerja lebih panjang daripada karyawan. Keseimbangan hidup, kalau pun datang, biasanya setelah bisnis stabil dan sistemnya berjalan. Itu pun kalau berhasil melewati fase paling genting.

Lalu apa pembacaan lain yang mungkin? Bisa jadi banyak anak muda tidak benar-benar mengincar "membangun perusahaan besar". Mereka lebih tertarik pada ekonomi gig yang pertumbuhannya kian pesat (World Bank).

Menjadi pekerja lepas seperti desainer grafis, penulis, atau pengelola media sosial memberi fleksibilitas tanpa risiko sebesar membangun usaha dari nol. Ada juga yang memilih jalan tengah.

Dengan tetap kerja kantoran sambil menjalankan usaha sampingan. Cara ini lebih aman untuk menambah penghasilan sekaligus menguji ide bisnis.

Fenomena ini memang kompleks. Ada ambisi, ada juga kekecewaan pada sistem kerja korporat.

Ada pengaruh kuat media sosial, ditambah kemudahan akses teknologi. Jika semuanya disederhanakan menjadi dorongan mencari hidup seimbang, rasanya terlalu gegabah.

Yang kita lihat adalah generasi yang sedang meraba-raba jalan mereka sendiri di tengah dunia yang serba tidak pasti. Dan itu wajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun