Belakangan ini, obrolan tentang Gen Z ada di mana-mana. Katanya, mereka generasi yang paling ingin jadi pengusaha.
Alasannya terdengar rapi dan ideal. Mereka ingin hidup lebih seimbang, kerja lebih santai, punya banyak waktu untuk diri sendiri.
Beberapa survei terbaru ikut menguatkan gambaran itu. Populix, misalnya, menemukan banyak anak muda yang condong ke wirausaha atau kerja lepas.
Narasi ini terasa modern dan cocok dengan citra Gen Z yang dinamis dan gemar menantang tradisi (IDN Times, 2022).
Tapi benarkah sesederhana itu? Rasanya ada lapisan lain yang jarang dibahas.
Coba lihat lagi motivasinya. Apakah murni karena mengejar keseimbangan hidup, atau justru reaksi atas tekanan ekonomi?
Keinginan berwirausaha bisa saja lahir dari keterdesakan. Data resmi menunjukkan satu hal yang tidak enak didengar: mencari kerja layak itu susah, terutama bagi yang masih muda.
Tingkat pengangguran usia muda konsisten paling tinggi (Badan Pusat Statistik, 2024). Analisis lain menambahkan soal ketidaksesuaian keahlian lulusan baru sehingga kebutuhan industri tidak terpenuhi, dan masalah ini kian terasa (CNBC Indonesia, 2023).
Anak muda melihat realitas itu. Mereka melihat generasi sebelumnya terjebak dalam rutinitas yang melelahkan dengan imbalan yang pas-pasan.
Dalam konteks seperti ini, menjadi pengusaha bukan selalu pilihan mewah, melainkan jalan keluar yang terasa masuk akal. Kadang malah jalan satu-satunya.
Ada hal lain yang sering luput. Kita gampang sekali menyamaratakan Gen Z seolah semuanya satu paket. Padahal tidak begitu.
Minat berwirausaha bisa jadi lebih kuat di kalangan perkotaan dari keluarga menengah atas yang punya privilese tertentu. Mereka punya akses modal, pendidikan yang lebih baik, jaringan yang luas, internet yang stabil.
Di sisi lain, Gen Z di desa atau dari keluarga berpenghasilan rendah bisa jadi punya cerita berbeda. Fokus mereka lebih ke pekerjaan apa pun yang tersedia saat ini, bukan sibuk mengutak-atik ide bisnis. Jadi wajar kalau fenomena ini tidak merata.
Gambaran dunia wirausaha di media sosial juga sering terlalu manis. Influencer sukses menampilkan cuplikan terbaik.
Uang berlimpah, liburan kapan saja, jadi bos bagi diri sendiri. Menggoda, jelas. Masalahnya, itu hanya bagian puncak. Yang tidak ikut tampil adalah begadang, stres, jatuh bangun, sampai berutang.
Kenyataannya, banyak perintis usaha bekerja lebih keras dengan jam kerja lebih panjang daripada karyawan. Keseimbangan hidup, kalau pun datang, biasanya setelah bisnis stabil dan sistemnya berjalan. Itu pun kalau berhasil melewati fase paling genting.
Lalu apa pembacaan lain yang mungkin? Bisa jadi banyak anak muda tidak benar-benar mengincar "membangun perusahaan besar". Mereka lebih tertarik pada ekonomi gig yang pertumbuhannya kian pesat (World Bank).
Menjadi pekerja lepas seperti desainer grafis, penulis, atau pengelola media sosial memberi fleksibilitas tanpa risiko sebesar membangun usaha dari nol. Ada juga yang memilih jalan tengah.
Dengan tetap kerja kantoran sambil menjalankan usaha sampingan. Cara ini lebih aman untuk menambah penghasilan sekaligus menguji ide bisnis.
Fenomena ini memang kompleks. Ada ambisi, ada juga kekecewaan pada sistem kerja korporat.
Ada pengaruh kuat media sosial, ditambah kemudahan akses teknologi. Jika semuanya disederhanakan menjadi dorongan mencari hidup seimbang, rasanya terlalu gegabah.
Yang kita lihat adalah generasi yang sedang meraba-raba jalan mereka sendiri di tengah dunia yang serba tidak pasti. Dan itu wajar.
***
Referensi:
- Badan Pusat Statistik. (2024, 6 Mei). Februari 2024: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen. BPS.go.id. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/05/06/1949/februari-2024--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-4-82-persen.html
- CNBC Indonesia Research. (2023, 25 Agustus). Gen Z Susah Cari Kerja di RI, Ini Biang Kerok dan Solusinya. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230825164923-4-466031/gen-z-susah-cari-kerja-di-ri-ini-biang-kerok-dan-solusinya
- D'Souza, A., D'Souza, R., & Castro, E. (2021, 29 Juli). Indonesia's Gig Economy Study: Go-Jek, A Case Study of a Home-Grown Platform. World Bank. https://www.worldbank.org/in/country/indonesia/publication/indonesia-gig-economy-study-go-jek-a-case-study-of-a-home-grown-platform
- Indrayanti, R. (2022, 27 Januari). Indonesia Gen Z Report 2022. IDN Times. https://www.idntimes.com/news/indonesia/rehia-indrayanti-3/indonesia-gen-z-report-2022-c1c2
- Populix. (2023, 20 September). Survei Populix: Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Jadi Pengusaha dan Pekerja Lepas. Populix. https://info.populix.co/report/survei-populix-gen-z-dan-milenial-lebih-memilih-jadi-pengusaha-dan-pekerja-lepas/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI