Kisah Sutan Sjahrir nyaris selalu ditarik ke Bandung. Kota ini kerap disebut panggung awal yang menentukan.
Di sanalah karakter politiknya mulai terbentuk. Ia datang sebagai remaja 17 tahun, melanjutkan studi di AMS (Wikipedia).
Tiga tahun ia bersekolah di sana, sambil aktif di berbagai organisasi. Cerita semacam ini sudah telanjur populer.
Bandung digambarkan sebagai kawah candradimuka yang menempa Sjahrir, salah satu pendiri bangsa.
Tapi apa sesederhana itu? Mungkin ada bagian yang dibesar-besarkan.
Bandung memang penting, itu jelas. Di sana Sjahrir muda bersentuhan dengan dunia pergerakan dan mengasah intelektualitasnya (Pustaka Kebudayaan Kemdikbud).
Namun cara pikirnya lahir dari perjalanan panjang. Pemikiran politiknya makin matang dan rumit seiring waktu.
Pengalamannya di Belanda kerap disebut lebih membentuk. Ia menyerap gagasan sosialis dari Eropa, sehingga wawasannya melebar ke tingkat global.
Lalu ada masa pembuangan di Digoel, tempat ide-idenya diuji habis-habisan. Bandung tetap bab awal yang krusial, hanya saja bukan keseluruhan bukunya (Kompas.id, 2023).
Ada pula kisah-kisah heroik dari masa Bandung. Salah satunya tentang keberaniannya menegur Sukarno dalam sebuah forum pemuda, padahal Sukarno lebih senior (Historia.id).
Cerita ini sering dipakai untuk menegaskan watak Sjahrir yang tegas dan tak pandang bulu. Tetap saja, kita perlu bersikap kritis.