Pop punk di Indonesia punya cerita yang tidak lurus-lurus saja. Lama dianggap barang impor. Sekadar gema dari Amerika, tren di sana dijadikan cetak biru.
Kedengarannya rapi. Tapi itu terlalu sederhana. Skena lokal jauh lebih kaya. Bukan cuma urusan meniru.
Iya, banyak band memang terinspirasi dari luar. Nama besar jadi panutan mereka (Vice).
Sebut saja Blink-182 dan New Found Glory. Band-band itu membuka pintu untuk anak muda bermimpi bikin grup sendiri.
Hanya saja, band lokal tidak menyalin mentah. Mereka meminjam bahasanya. Lalu mengisi dengan kisah sendiri.
Liriknya dekat dengan hidup remaja Indonesia: soal sekolah, cinta monyet, sampai nongkrong di akhir pekan. Suaranya global, rasanya lokal.
Masalahnya, cerita pop punk sering berputar di Jakarta. Wajar, ibu kota jadi pusat banyak hal, termasuk industri musik nasional.
Banyak nama besar lahir di sana. Tapi Indonesia bukan Jakarta saja. Kota lain punya detaknya sendiri.
Bandung dan Yogyakarta bergerak, Bali pun memberi pengaruh. Komunitas mandiri tumbuh subur, membangun skena dengan karakter yang khas.
Ada Rocket Rockers dari Bandung, juga Endank Soekamti dari Yogyakarta. Mereka membuktikan semangat itu menyebar luas (Gramedia, 2023).
Skalanya mungkin tidak sebesar Jakarta, tetapi tetap bagian penting dari sejarah yang kerap terlupa (Pop Hari Ini, 2020).