Tapi, apakah ceritanya sesederhana itu? Apakah satu-satunya yang patut disalahkan adalah industri?
Mungkin kita perlu menatapnya lebih jernih. Masalahnya ternyata lebih rumit.
Ada faktor lain yang tak kalah kuat ikut menekan kehidupan nelayan. Sering luput dari perhatian, padahal dampaknya sangat nyata.
Salah satunya datang dari alam sendiri. Lingkungan berubah terus. Dipicu pemanasan global.
Perubahan iklim bukan isapan jempol. Ini krisis yang benar-benar terasa di perahu-perahu kecil.
Suhu laut menghangat, pola arus makin sulit ditebak. Siklus hidup ikan terganggu. Spesies bermigrasi ke perairan lain.
Cuaca ekstrem lebih sering muncul. Dari badai sampai gelombang tinggi. Melaut menjadi jauh lebih berbahaya dan sukar diprediksi (Mongabay Indonesia, 2023).
Ada juga persoalan dari dalam komunitas. Kita perlu jujur: tidak semua praktik penangkapan berjalan berkelanjutan. Masih ada alat tangkap yang merusak. Seperti bom ikan atau pukat harimau.
Di beberapa wilayah, praktik ilegal ini menguras populasi ikan dan menghancurkan ekosistem yang krusial, misalnya terumbu karang (Greenpeace Indonesia).
Di saat yang sama, profesi nelayan itu berat dan penuh risiko. Wajar jika generasi muda kurang berminat meneruskan jejak orang tua.
Mereka melihat peluang lain di darat yang tampak lebih aman dan lebih modern. Tantangan ini juga diakui pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2023).