Fenomena bekerja di kafe terlihat modern. Padahal kebiasaan ini punya akar sejarah panjang.Â
Ratusan tahun lalu, para pemikir besar melakukannya. Mereka menjadikan kedai kopi tempat ide cemerlang.Â
Apakah makna bekerja di kafe sekarang sama? Mungkin maknanya tidak sepenuhnya sama lagi.Â
Motivasi dan konteksnya sudah banyak berubah. Ada pergeseran dari kebutuhan bersama. Kini menjadi pilihan gaya hidup individual.
Dulu, kafe adalah ruang publik yang vital. Kafe menjadi ruang yang sangat langka. Para intelektual dan seniman sering berkumpul. Mereka berdebat juga bertukar pikiran di sana.Â
Kedai kopi Istanbul dijuluki sekolah kaum beradab. Tempat itu jadi pusat diskusi publik (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2023).Â
Kultur intelektual ini lalu menyebar ke Eropa. Kafe menjadi saksi lahirnya karya-karya besar.Â
Di Paris ada kafe Les Deux Magots. Kafe itu menjadi rumah kedua Hemingway (Les Deux Magots). Ia menyusun beberapa karyanya yang terkenal di sana.
Kini, situasinya sudah sangat jauh berbeda. Bekerja di kafe menjadi pilihan personal. Orang mencari suasana baru yang nyaman.Â
Konsep "ruang ketiga" dapat menjelaskannya. Konsep ini dari sosiolog Ray Oldenburg. Ruang ketiga adalah tempat bersosialisasi netral. Ini jembatan antara rumah dan kantor (Universitas Indonesia Library, 1989).Â
Kafe dianggap cocok dengan deskripsi tersebut. Suasana kafe terasa lebih santai. Terdengar alunan musik yang lembut. Tercium juga aroma kopi yang menenangkan.Â