Nassau, ibu kota Bahama, menyimpan kontras tajam: dari basis bajak laut awal abad ke-18 menjadi magnet wisata mewah abad ke-20 dan seterusnya. Waralaba Pirates of the Caribbean membumbui kisah (Museum Maritim, 2024)Â
Blackbeard dengan unsur supranatural, namun catatan sejarah tidak menautkan Edward Teach/Thatch itu dengan sihir.Â
Di dunia nyata, Nassau pernah menjadi pangkalan utama jaringan perompak populer disebut Republic of Pirates.Â
Literatur rujukan menempatkan masa aktifnya sekitar 1706--1718 (EBSCO, 2023; Museum Perompak Nassau, 2024) dengan figur seperti Benjamin Hornigold, Henry Jennings, Charles Vane, dan Blackbeard.Â
Satu ciri penting komunitas tersebut ialah "demokrasi kapal": awak memilih kapten dan dapat mencopotnya. Kekuasaan dibagi dengan quartermaster, dan pembagian rampasan diatur lewat pasal-pasal kesepakatan.Â
"Demokrasi" ini bersifat fungsional untuk mengurangi penyalahgunaan wewenang (Leeson, 2010). Akhir era itu datang pada 1718 ketika Gubernur Woodes Rogers tiba dengan mandat penertiban dan pengampunan kerajaan (Acts of Grace 1717--1718).
Sekitar 1.000 perompak menyerah dan delapan dieksekusi (Ensiklopedia Britannica, 2024); moto koloni pun berganti menjadi "Expulsis piratis restituta commercia".Â
Selepas penindakan, Nassau beralih ke perdagangan maritim, pembangunan kapal, dan pertanian. Arus Loyalis dari Amerika memulai perkebunan kapas pada abad ke-18, namun gagal akibat tanah miskin dan hama.Â
Di abad ke-19, nanas---khususnya dari Eleuthera---menjadi komoditas ekspor utama sebelum menurun (Smithsonian, 2004; Folklife Bahama, 2019).Â
Transformasi besar berikutnya terjadi di abad ke-20 ketika pariwisata dan penerbangan mempermudah akses. Paradise Island Casino dibuka pada 1967 setelah Certificate of Exemption tahun 1966.Â
Lotteries and Gaming Act (1969) membentuk Gaming Board untuk mengatur industri perjudian. Gaming Act 2014 memperbarui regulasi termasuk legalisasi web shops domestik (Pemerintah Bahama, 2014).
Warisan bajak laut dikemas sebagai atraksi budaya. Pirates of Nassau Museum menjadi pemberhentian populer turis kapal pesiar (Dinas Pariwisata Bahama, 2024).Â
Ini menjadi contoh bagaimana sejarah keras diretold menjadi pengalaman museal. Di luar turisme, Nassau juga dikenal sebagai pusat keuangan lepas pantai: tanpa pajak penghasilan pribadi atau pajak capital gains.Â
Penerimaan negara berasal dari VAT, bea impor, bea meterai, dan retribusi lisensi. Keunggulan ini menarik investor, namun mendapat sorotan dari advokat transparansi yang menilai Bahama sebagai secrecy jurisdiction (Tax Justice Network, 2023).Â
Meski berpendapatan tinggi, ketimpangan masih lebar: Gini sekitar 41 dan kemiskinan 12,8% (2013) (World Bank, 2013). Tanpa kebijakan distribusi manfaat yang inklusif, narasi "taman bermain para hartawan" berpotensi menyisakan warga lokal di pinggiran.
Ke depan, kunci Nassau ialah pergeseran menuju pariwisata berkelanjutan dan berkeadilan. Pemerintah mendorong partisipasi warga dalam pengelolaan sumber daya.Â
Pengelolaan pesisir dilakukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Pembatasan dampak ekologis resor menjadi prioritas pembangunan.Â
Pelatihan kerja diberikan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Insentif usaha kecil membantu memperluas peluang ekonomi.Â
Dengan begitu, jejak masa lalu yang kelam dapat menjadi modal budaya yang menyejahterakan. Nassau mengembangkan ekonomi lokal melalui pariwisata berkelanjutan. Pemerintah berkomitmen meningkatkan kesejahteraan warganya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI