Seiring usia bertambah, persepsi waktu melambat. Persepsi di kepala menjadi kurang akurat.Â
Hal ini terkait degenerasi struktur otak. Misalnya, ganglia basal mengalami degenerasi. Lobus frontal juga demikian. Cerebellum pun terpengaruh. PMC NCBI dan Herald Open Access menyebutkan.Â
Penurunan kapasitas memori kerja. Ini juga mempengaruhi kemampuan seseorang. Untuk menjaga konsistensi interval waktu. PubMed, 2023 melaporkan.
Penelitian lain mengkaji fenomena ini. Mereka menggunakan metode ketukan konsisten. Peserta dari berbagai usia terlibat. Hasil menunjukkan peserta lebih tua.Â
Mereka cenderung merespons lebih lambat. Respon mereka juga tidak konsisten. Ini menandakan jam internal mereka lambat. Jam mereka juga lebih bervariasi. PubMed, 2016 menjelaskan.Â
Martine Turgeon adalah peneliti. Ia meneliti penuaan kognitif. Bidang ini terus berkembang pesat. PubMed, 2016 juga menyebutkannya.
Bisakah Kita Mengubahnya?
Waktu tidak bisa diperlambat. Waktu juga tidak bisa dihentikan. Mubadalah.id menyatakan hal ini.Â
Namun, kita dapat memanipulasi persepsi. Persepsi kita terhadap waktu. Caranya melakukan hal bermakna. Atau mencoba pengalaman baru. Lakukan di luar rutinitas harian. Joseph Group menyarankan ini.Â
Kehidupan monoton misalnya. Rutinitas kerja dari pagi. Lalu hingga sore hari. Ini membuat waktu terasa hilang. IDN Times menjelaskan.
Cindy Lustig adalah profesor psikologi. Ia dari University of Michigan. Ia berpendapat terlibat penuh. Terlibat di masa sekarang penting. Ini membuat momen terasa lebih lama. The Brighter Side dan lsa.umich.edu menyebutnya.Â
Penelitian menunjukkan latihan kesadaran. Mindfulness dapat memperluas persepsi waktu. Artinya, kita lebih hadir. Kita hadir dalam setiap momen. PMB UNJANI dan Liternote melaporkan.Â