Pengalaman ini mengajarkan pelajaran penting. Proteksi yang berlebihan bisa menjadi bumerang. Industri otomotif butuh persaingan yang sehat.Â
Suatu produk harus bisa bersaing. Baik dari segi kualitas maupun harga. Jika tidak, sulit baginya untuk bertahan. Apalagi di pasar yang sangat terbuka.
Realitas Tantangan Industri Otomotif
Ada banyak faktor penyebab kegagalan proyek mobnas. Keterbatasan teknologi sering disebut. Skala ekonomi juga belum memadai. Regulasi yang tidak konsisten menjadi masalah.Â
Ini semua memang benar adanya. Pengembangan teknologi otomotif butuh investasi besar. Waktu yang dibutuhkan juga sangat panjang.Â
Indonesia masih tertinggal dalam riset. Terutama jika dibanding dengan negara-negara maju. Statistik investasi R&D otomotif kita belum signifikan. Ini menjadi tantangan yang sangat besar.
Selain itu, industri otomotif butuh produksi massal. Tujuannya untuk mencapai efisiensi biaya.Â
Pasar Indonesia memang besar. Namun mungkin belum cukup untuk skala ekonomi optimal. Apalagi jika hanya mengandalkan merek domestik. Terlebih, kebijakan pemerintah sering berubah-ubah. Hal ini bisa membuat para investor ragu.
Namun, faktor eksternal juga berperan besar. Krisis moneter 1998 menghantam semua lini ekonomi. Tekanan dari organisasi perdagangan global seperti WTO. Ini juga membatasi ruang gerak pemerintah.Â
Pemerintah jadi sulit menerapkan kebijakan proteksi. Industri otomotif global sendiri sangat kompetitif. Raksasa otomotif dunia sudah puluhan tahun.Â
Mereka mengembangkan teknologi dan jaringan produksi global. Sulit bagi pemain baru untuk masuk. Apalagi untuk langsung bersaing tanpa dukungan masif.
Proyek Esemka adalah contoh lainnya. Mobil ini lahir dari inisiatif siswa SMK. Tepatnya siswa-siswi SMK Trucuk pada tahun 2011 (Wikipedia, 2024).Â