Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Membaca Ulang Narasi Kemenangan Tarif Dagang 19% Indonesia

17 Juli 2025   10:09 Diperbarui: 17 Juli 2025   10:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kesepakatan tarif 19 persen didapatkan. Didapatkan berkat penawaran ini. 

Maka ini berarti Indonesia secara efektif membeli akses pasar. Bukan mendapatkannya berdasarkan prinsip perdagangan adil. Juga bukan prinsip yang terbuka. 

Ini bisa diartikan sebagai pemindahan beban ekonomi. Dari sektor ekspor (yang terancam tarif). Ke sektor impor. Dengan melakukan pembelian yang mungkin tidak optimal. Dari segi harga atau kebutuhan. 

Apakah semua pembelian tersebut adalah pilihan terbaik? (gandum, kapas, kedelai, pesawat Boeing, energi). Pilihan terbaik bagi Indonesia dari segi efisiensi? Juga dari kebutuhan strategis? Atau ada unsur tekanan politik di baliknya? 

Transaksi semacam ini, jika memang bagian dari paket negosiasi, akan menciptakan distorsi pasar. Dan tidak mencerminkan prinsip perdagangan bebas. Prinsip yang harusnya kita junjung tinggi.

Deregulasi: Antara Urgensi dan Pembenaran Reaktif

Deregulasi adalah kunci. Reformasi struktural juga kunci. Memang, ini adalah kebutuhan vital. Kebutuhan bagi ekonomi Indonesia. Terlepas dari dinamika perdagangan global. 

Namun, apakah "kejutan" tarif ini mendorong reformasi? Atau hanya menjadi pembenaran? Pembenaran atas pendekatan "pemadam kebakaran" ini? Pendekatan yang reaktif. 

Seringkali, reformasi yang sulit baru dilakukan. Dilakukan ketika ada ancaman besar. Atau ketika ada krisis. 

Jika pemerintah hanya bergerak cepat untuk deregulasi. Karena adanya ancaman tarif AS. Maka ini menunjukkan insentif internal masih lemah. Insentif untuk reformasi komprehensif. 

Kita harusnya tidak butuh tekanan eksternal. Untuk memperbaiki fondasi ekonomi domestik kita. 

Deregulasi harus menjadi fondasi kebijakan ekonomi. Kebijakan yang proaktif dan berkelanjutan. Bukan sekadar respons taktis. Respons terhadap ancaman jangka pendek.

Menghadapi Realitas, Bukan Melarut dalam Euforia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun