Amangkurat I, seorang raja Mataram, dikenal karena kekejamannya. Terutama terhadap perempuan di sekelilingnya.
Kisah Amangkurat I adalah cerminan sejarah. Kekuasaan besar bisa merusak moral. Ini berdampak pada banyak orang. Terutama kaum perempuan. Mereka sering jadi korban.Â
Penting kita memahami ini. Agar kita lebih peka. Sejarah bisa terulang. Kita harus peduli. Terhadap ketidakadilan. Khususnya pada yang rentan.
Kisah tragis para wanita di sekitar Amangkurat I. Adalah cerminan gelap dari sejarah kita. Ini menunjukkan betapa rapuhnya posisi perempuan.Â
Di bawah kekuasaan yang tidak berpihak. Amangkurat I menggunakan kekuasaannya. Untuk memuaskan nafsu dan dendamnya. Tanpa peduli korban.Â
Pada masa itu, kekuasaan raja Mataram bersifat absolut. Tidak ada lembaga yang bisa mengontrolnya. Ini menciptakan celah besar. Bagi penyalahgunaan kekuasaan.Â
Perempuan, dalam struktur sosial Mataram, seringkali berada di posisi rentan. Mereka tidak punya banyak hak. Mereka bisa menjadi objek kekuasaan raja.Â
Pelajaran dari sejarah ini. Adalah pentingnya batasan kekuasaan. Serta perlindungan hukum kuat. Agar perempuan tidak lagi jadi korban. Kekuasaan yang gelap.
-Kekuasaan Absolut. Wanita Jadi Target.
Amangkurat I punya kuasa tak terbatas. Ini bahaya besar. Ia bisa lakukan apapun. Termasuk pada wanita. Banyak wanita jadi korban. Karena dia raja. Mereka tak bisa menolak.Â
Sejarah mencatat, skandal dengan istri Tumenggung Wiraguna pada 1637 (De Graaf, 1987). Ini menunjukkan betapa mudahnya raja. Mengambil apa yang diinginkan. Tanpa ada yang menghalangi.Â
Kekuasaan monarki absolut. Seringkali rentan penyalahgunaan. Terutama dalam urusan pribadi raja. Ini bikin perempuan tak berdaya.
-Dendam Pribadi Berujung Pembantaian.
Amangkurat I menyimpan dendam. Pada siapa saja yang tak suka. Atau dianggap musuh. Istri Wiraguna, Ratu Malang, Rara Oyi. Mereka semua jadi korban. Karena dendam pribadinya.Â
Pembunuhan Tumenggung Wiraguna di Blambangan pada 1647 dikonfirmasi (Ricklefs, 2001). Bahkan kerabat dan ribuan rakyat ikut mati.Â
Duta Besar VOC, Rijcklof van Goens, mencatat. Sekitar 5.000-6.000 ulama dan keluarga dibantai. Di alun-alun Plered pada 1647/1648 (De Graaf, 1987).Â
Ini contoh nyata. Kekuasaan untuk balas dendam. Akibatnya sangat mengerikan.