Bagi banyak mahasiswa tingkat akhir. Malam hari bukan lagi waktu untuk istirahat. Melainkan arena pertarungan sunyi melawan tenggat waktu. Di sanalah, di antara tumpukan revisi dan kelelahan. Sebuah jalan pintas kerap kali berbisik menawarkan kemudahan.
Layar laptop masih menyala. Kursor putih terus berkedip. Dingin. Jam menunjukkan pukul dua pagi. Almira memijat keningnya yang panas. Aroma kopi basi menguar dari meja.Â
Tiba-tiba, notifikasi dari lapak TikTok berdenting lagi. Pesanan baru. Matanya melirik nama file di layar. BAB I - FIX REVISI 3.docx. File itu membebaninya.
Ia butuh istirahat sejenak. Jemarinya membuka Instagram. Sebuah iklan langsung muncul. 'Bimbingan Skripsi Cepat & Terpercaya.' Matanya berbinar sejenak. Ponselnya bergetar lagi.Â
Pesan dari teman di grup WhatsApp. "Mending pakai AI saja, Mir. Lebih aman. Cepat lagi." Sebuah tautan biru menyertai pesan itu.
Dua jalan pintas. Begitu mudah. Ia membuka kedua tautan itu dalam tab terpisah. Satu tab menampilkan jasa joki. Tab lain, antarmuka kosong ChatGPT.Â
Kursornya bergerak ragu di antara keduanya. Almira menarik napas dalam-dalam. Lalu jarinya bergerak meng-klik.
---
Fenomena yang dialami Almira bukan anomali. Melainkan contoh masalah struktural dalam pendidikan tinggi. Yang dikenal sebagai contract cheating. Ini bukan soal kemalasan individu,. Tapi didorong berbagai faktor kompleks.
Riset mengidentifikasi tekanan untuk lulus tepat waktu. Tuntutan pekerjaan paruh waktu. Hingga rendahnya rasa percaya diri dalam kemampuan akademik. Menjadi pendorong utama mahasiswa mencari jalan pintas (Ritonga, dkk., 2024).