Bahkan, berbagai inovasi digital telah mulai diterapkan di sektor pertanian, termasuk oleh kelompok petani milenial yang memanfaatkan Internet of Things (IoT) dan pemantauan cuaca otomatis untuk merancang pola tanam yang lebih efisien (Farmonaut.com, 2024).
Langkah hilirisasi juga patut didorong, seperti pelatihan kewirausahaan dan pengembangan UMKM berbasis pertanian. Ketika petani dilengkapi dengan keterampilan mengolah dan memasarkan produk, mereka naik kelas.Â
Dari sekadar produsen bahan mentah menjadi pelaku ekonomi kreatif berbasis pertanian.
Saatnya Transformasi Menuju Pertanian Berkelanjutan
Krisis harga gambir tidak semestinya hanya tercatat sebagai babak kelam dalam sejarah pertanian Sumatera Barat, melainkan juga menjadi momen penting untuk pembelajaran di tingkat nasional.Â
Upaya Pemerintah Provinsi Sumbar yang tengah menyusun Peraturan Gubernur untuk menata tata kelola perdagangan gambir merupakan langkah awal yang penting.Â
Namun regulasi saja tidak cukup. Kita butuh pendekatan menyeluruh. Mulai dari pendampingan petani, riset dan pengembangan produk, hingga pembukaan akses pasar lokal dan global.
Transformasi pertanian bukan pekerjaan satu malam. Ia membutuhkan kolaborasi lintas sektor, pemerintah, perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat sipil.Â
Yang terpenting adalah memberikan dukungan penuh kepada petani kecil sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan.
Jangan biarkan gambir hanya menjadi cerita tentang kejayaan yang memudar karena kelalaian kita membaca tanda zaman. Jadikan ia contoh nyata dari bagaimana sebuah krisis bisa melahirkan kekuatan baru.Â
Dengan inovasi, keberanian berubah, dan tekad untuk membangun pertanian Indonesia yang mandiri, berkelanjutan, dan berdaya saing.
***