Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika 158 Guru Besar FKUI Menggugat, Akankah Pemerintah Mendengar?

18 Mei 2025   13:00 Diperbarui: 18 Mei 2025   11:48 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketimpangan kebijakan kesehatan antara teori dan praktik. (Dibuat oleh ChatGPT)

Kritik para Guru Besar FKUI seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk lebih mendengarkan suara akademisi. Dalam kebijakan publik, pendekatan berbasis bukti tidak hanya meningkatkan efektivitas, tapi juga memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memiliki dasar ilmiah yang kuat. 

Pemerintah harus mengadopsi prinsip co-creation dalam proses perumusan kebijakan kesehatan, di mana akademisi dilibatkan sejak tahap perencanaan, evaluasi, hingga monitoring.

Langkah ini bukan hanya tentang memperbaiki tata kelola, tapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan kesehatan tidak sekadar berorientasi pada kuantitas, melainkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 

Ketika para pakar medis dan akademisi bersinergi dengan pemerintah, kebijakan yang dihasilkan akan lebih relevan, akuntabel, dan berkelanjutan.

Saatnya Negara Mendengar Suara Akademisi

Kritik dari 158 Guru Besar FKUI seharusnya tidak dipandang sebelah mata, melainkan jadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan akademisi. 

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, Indonesia membutuhkan kebijakan kesehatan yang didasarkan pada bukti ilmiah, bukan sekadar asumsi atau kepentingan sektoral.

Saatnya pemerintah membuka ruang dialog yang lebih intensif dengan para akademisi untuk bersama-sama merumuskan kebijakan kesehatan yang lebih tanggap, berbasis bukti, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. 

Ketika sains dan kebijakan berjalan beriringan, di situlah kesehatan masyarakat akan mencapai puncak optimalnya.

Dengan kolaborasi yang kuat, Indonesia bisa memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam sektor kesehatan benar-benar membawa dampak nyata bagi masyarakat.

***

Referensi:

  • Antara News. (2024, Oktober 8). BRIN tekankan "evidence-based policy" untuk kebijakan berkelanjutan. Antara News. https: // antaranews. com/berita/4384130/brin-tekankan-evidence-based-policy-untuk-kebijakan-berkelanjutan
  • Indonesia Medical Education and Research Institute. (n.d.). Evidence-based Health Policy Center. IMERI-FKUI. https: //imeri. fk. ui. ac. id/evidence-based-health-policy-center/
  • The SMERU Research Institute. (n.d.). Menjembatani penelitian dan kebijakan melalui advokasi kebijakan berbasis bukti. SMERU. https: //smeru. or. id/id/publication-id/menjembatani-penelitian-dan-kebijakan-melalui-advokasi-kebijakan-berbasis-bukti
  • Hasnita, S. S., & Salomo, R. V. (2025). Policy learning of One Data Indonesia for supporting data-driven policy. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, 10(1). https: // researchgate. net/publication/391489808_Policy_Learning_of_One_Data_Indonesia_for_Supporting_Data-Driven_Policy
  • Juliansyah, R., Aqid, B. M., Salsabila, A. P., & Nurfiyanti, K. (2024). Implementation of EMR system in Indonesian health facilities: Benefits and constraints. arXiv. https: //arxiv. org/abs/2410.12226

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun