Fenomena dislike terhadap Gibran mencerminkan polarisasi sosial digital yang semakin tajam dalam masyarakat Indonesia.
Baru-baru ini, ada fenomena menarik yang muncul dari video Gibran Rakabuming Raka. Video monolognya tentang bonus demografi diunggah di kanal YouTube miliknya.Â
Video ini menarik perhatian banyak orang, namun juga mendapatkan dislike yang sangat banyak, yakni lebih dari 108 ribu dislike dan hanya 44 ribu like.Â
Angka dislike yang sangat besar ini jelas menunjukkan ketidaksukaan yang besar. Kita perlu melihat lebih jauh untuk memahami arti fenomena ini.
Di Balik Angka Dislike yang Mencolok
Angka dislike yang tinggi bukan hanya reaksi spontan terhadap pesan Gibran. Fenomena ini mencerminkan perpecahan sosial yang semakin tajam.Â
Berdasarkan survei Universitas Indonesia pada Maret 2023, 57% masyarakat mendukung pemerintah, sementara 43% mendukung oposisi. Hal ini menunjukkan dua kutub pemikiran yang terpisah, semakin diperburuk oleh algoritma media sosial.
Media sosial menciptakan "bubble" digital, ruang terisolasi di mana kita hanya melihat informasi sesuai pandangan kita. Fenomena ini disebut filter bubbles, yang mengurangi kesempatan untuk melihat pandangan berbeda.Â
Gibran, yang mewakili pemerintah, menerima dislike besar. Ini bukan hanya ketidaksukaan terhadap Gibran, tetapi juga ketidaksetujuan terhadap pemerintah.Â
Dislike ini menjadi simbol ketidakpuasan terhadap narasi politik yang ada.
Dislike Sebagai Protes Digital
Dalam kasus video Gibran, banyaknya dislike bisa jadi bentuk protes digital terhadap figur yang dianggap mewakili pemerintah.